HNW Dukung ICC Tangkap Netanyahu

| Senin, 21 April 2025 | 05.09 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Wakil Ketua MPR RI yang juga Anggota DPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA bersama sejumlah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) yang dipimpin oleh Ir Tifatul Sembiring menyambangi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) di markas besarnya di Den Haag Belanda, untuk menyampaikan dukungan terhadap ICC yang pada 21 November 2024 lalu telah mengeluarkan surat penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukannya terhadap bangsa Palestina di Gaza dan wilayah lainnya. Apalagi jaksa ICC yang mengeluarkan surat tersebut juga telah menolak “banding” dari pihak Israel. Dan korban kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang berjatuhan semakin banyak.


Kunjungan ini dilakukan pada Kamis (17/2), setelah di hari sebelumnya pada Selasa (15/2), delegasi tersebut menyampaikan aspirasi ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) untuk menghukum negara Israel, segera menghentikan genosida dan membuka akses bantuan kemanusiaan.

“Ini merupakan amanah dan tugas kemanusiaan dan visi penyelamatan peradaban  bagi kami hadir dan dapat diterima di Mahkamah Pidana Internasional ini. Saya hadir atas nama Wakil Ketua MPR RI dan bersama delegasi  DPR RI, bukan hanya sebagai wakil institusi demokratis perwakilan Rakyat, tetapi juga sebagai suara di antara banyak sekali orang yang masih percaya bahwa keadilan bukanlah hak istimewa, tetapi hak bagi mereka yang suaranya telah dibungkam oleh penjajahan dan kejahatan kemanusiaan, yang perlu diperjuangkan dan tentunya menjadi perhatian utama ICC,” ujarnya di depan gedung ICC Den Haag, Belanda, Kamis (17/4).

HNW sapaan akrabnya menyadari kompleksitas masalah, keterbatasan dan tantangan yang dihadapi oleh ICC dalam menangani proses serta mengeksekusi keputusan ini, sebagaimana disampaikan oleh para pejabat di ICC. Tetapi ia menegaskan bahwa dengan sudah keluarnya surat perintah penangkapan itu, warga dunia pendamba  keadilan, kemanusiaan dan perdamaian  sangat berharap bahwa keadilan akan menang dan hukum pidana internasional sebagaimana keputusan ICC itu dapat dilaksanakan dan ditegakkan.

“Apalagi semenjak dikeluarkannya surat penangkapan oleh ICC pada 21 November 2024 itu, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel di bawah pimpinan PM Netanyahu, tidak semakin berkurang, malah semakin menggila dengan korban semakin banyak. Sampai 21 November 2024 korban kejahatan kemanusiaan dan perang sekitar 40 ribuan warga Gaza, kini pada 16 April 2025 melesat menjadi 51,065 warga yang wafat, dan 116,505 terluka,” ujarnya.

Sebagian besar korban adalah warga sipil: orang tua, ibu-ibu/perempuan dan anak-anak. Semua rumah sakit (termasuk RS Baptis dan RS Indonesia) dihancurkan. Hampir semua bangunan di Gaza sudah diratakan dengan tanah oleh agresi Israel. Bahkan kini blokade total Israel dilakukan sudah  lebih dari 40 hari tidak boleh ada bantuan kemanusiaan apa pun (makanan, air, obat-obatan, listrik) yang masuk ke Gaza, yang berdampak akan terjadinya genosida tragedi kemanusiaan pada 2 juta lebih warga Gaza. “Karena bahkan terhadap makanan, air, dan perawatan medis — hak-hak dasar berdasarkan hukum humaniter internasional — telah sangat tidak diperbolehkan masuk ke Gaza oleh Israel,” ujarnya.

HNW bersama rombongan secara terbuka menyampaikan bahwa, “Kami dari Parlemen Indonesia hadir di sini juga mendukung dan menguatkan sikap resmi Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri RI pada 23 November 2024 yang secara terbuka mendukung Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang telah mengambil langkah berani untuk menyelidiki kejahatan terhadap Gaza ini, termasuk potensi kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan yang paling serius, kejahatan genosida, yang dilakukan oleh pihak Israel.”

“Apalagi ICC bahkan sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Yoav Gallant. Dengan melakukan itu, ICC menegaskan kembali prinsip bahwa tidak ada individu, tidak ada negara, tidak ada pemerintah yang kebal hukum,” tambahnya.  

HNW juga memahami bahwa Indonesia bukanlah negara anggota ICC yang telah meratifikasi Statuta Roma. Salah satu permasalahannya adalah kesan bahwa Mahkamah Pidana Internasional selama ini bias terhadap kelompok tertentu, seperti men-target pelaku dari Benua Afrika, tanpa ‘berani’ menyentuh dan mengeksekusi para pelanggar HAM dari negara-negara yang berafiliasi dengan Barat.

“Oleh karena itu, kasus ini menjadi ujian untuk membuktikan bahwa tuduhan tersebut salah, sehingga membuat negara-negara yang belum meratifikasi Statuta Roma – seperti Indonesia – dapat mempertimbangkan kembali di masa mendatang setelah melihat efektivitas dari keberadaan Mahkamah ini,” ujarnya.

HNW menambahkan bukti itu juga perlu ditunjukkan kepada para negara anggota untuk menghormati dan melaksanakan mandat dari Mahkamah Pidana Internasional ini, dengan mendukung upayanya dan tidak melakukan tindakan yang melemahkan legitimasinya, antara lain dengan memastikan komitmen untuk menangkap PM Netanyahu ketika berada di bawah yurisdiksinya, sesuai  perintah ICC ini, ”tukasnya.

Usaha untuk melaksanakan keputusan ICC untuk  menahan Netanyahu, lanjut HNW, mestinya oleh ICC semakin urgen untuk dilakukan, karena kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang terhadap rakyat Gaza semakin sadis dan brutal. 

“Bahkan, bila dibandingkan dengan penangkapan yang telah dilakukan terhadap mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas perintah Mahkamah Pidana Internasional, penangkapan terhadap Netanyahu menjadi lebih urgen. Korban jiwa akibat perang narkoba yang dinilai melanggar HAM di era Duterte sebanyak 6 ribuan korban, sedangkan korban genosida di Gaza sudah lebih dari 51 ribu korban, jumlah yang jauh lebih besar dari korban Duterte,” jelasnya.  

Oleh karenanya, HNW berharap dan juga mengapresiasi sejumlah negara anggota Mahkamah Pidana Internasional yang telah menyatakan akan mengimplementasikan surat penangkapan itu dengan menangkap Netanyahu ketika berada di yurisdiksinya. Misalnya, seperti Pemerintah Kerajaan Belanda, yang melalui Menteri Luar Negeri Caspar Veldkomp tegas menyatakan bahwa ‘Belanda 100 persen berada di belakang Statuta Roma’ dan ‘Akan menghormati surat penangkapan Mahkamah Pidana Internasional itu, dengan menangkap Netanyahu bila berada di tanah Belanda.’

Dalam kunjungan tersebut, Pihak ICC menyambut baik kehadiran delegasi dari Parlemen Indonesia, negara yang belum menjadi anggota ICC. Mereka juga mengapresiasi aspirasi dan dukungan yang disampaikan langsung oleh delegasi FPKS, termasuk permintaan delegasi Indonesia agar aspirasi dan dukungan supaya ICC melaksanakan keputusannya terkait penangkapan Netanyahu untuk disampaikan ke pimpinan ICC.

HNW menegaskan bahwa hal itu semua, apalagi dengan perkembangan terakhir yang makin membuktikan terjadinya genosida di Gaza, harusnya menjadi tanggung jawab masyarakat internasional, untuk mengingatkan dan mendukung Mahkamah Pidana Internasional agar tetap tegar, konsisten dan tidak masuk angin oleh banyak tekanan dalam melaksanakan keputusannya termasuk perintah penahanan terhadap penjahat kemanusiaan dan penjahat perang Netanyahu. 

“Karenanya penting bagi ICC untuk makin mengingatkan 125 negara anggota ICC terkait pelaksanaan surat perintah penahanan terhadap Netanyahu itu. Demi selamatkan kemanusiaan di Gaza khususnya maupun kemanusiaan global umumnya, juga terjaganya peradaban, dan marwah penegakkan keadilan hukum dan lembaganya seperti ICC,” pungkasnya.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI