Pengamat Ulas Kembali Peran TNI-Polri dalam Menjaga Supremasi Sipil 

| Sabtu, 22 Februari 2025 | 00.20 WIB

Bagikan:

Bernasindonesia.com - Akademisi sosial dan kepolisian Sidratahta Muhtar mengulas kembali pendapatnya tentang peran TNI, Polri dan Kejaksaan dalam menjaga supremasi sipil. Hal ini terkait dengan meluasnya peran dan fungsi TNI di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini. 


Sidra menyampaikan hal itu pada tema diskusi bertajuk “Sinergi dan Kontribusi Pemuda Muslim untuk Negeri" dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pimpinan Besar (PB) Pemuda Muslimin Indonesia yang berlangsung di Green Forest Hitel, Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/2/2025). Menurut Sidra, jika mengacu pada terms of reference Pemuda Muslimin Indonesia bahwa revisi UU TNI dan UU Kejaksaan bertujuan memperkuat peran kedua institusi tersebut dalam merespon tantangan baru. Namun dipandang mengancam terjadinya abuse of power dan supremasi sipil. 

“Pandangan Pemuda Muslimin tersebut penting untuk dicermati apabila mengikuti perkembangan terbaru khususnya dalam pemerintahan Prabowo, dengan Kembali meluasnya peran dan fungsi militer dimasa damai,” ujar Sidra.

Menurut Sidra, legitimasi Komandan Koppasus bahkan menjadi Dirut Bulog dengan dasar bahwa Indonesia harus bisa bertahan di tengah guncangan global dengan membangun ekosistem kebijakan yang baik.

 “Berarti dinamika geopolitik akan berdampak pada ancaman food security kedepan,” katanya. 

Sedangkan, legitimasi kehadiran Polisi (Polri) diranah sipil menurut Sidra karena polisi sudah bagian dari civilian inuniform di mana dinegara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan keteraturan sosial maka dibutuhkan kehadiran polisi dengan berbagai model pemolisian yang dilakukan baik didalam fungsi utama polisi maupun diranah kementerian/Lembaga negara.

“Hukum positif dalam suatu negara hukum, penegakan hukum dituntut agar dilakukan secara profesional, proporsional, baik, adil, serta bijak sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah kemanfaatan untuk melahirkan hukum yang bermakna dan berkualitas guna mencapai tujuan nasional yaitu keadialan sosial dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia seutuhnya sebagai pemegang kekuasaan dan kedaulatan Negara,” paparnya. 

Menurut Sidra, dalam sistem negara demokrasi, maka taka da cara lain yaitu bagaimana mendorong peran-peran berbagai cabang kekuasaan; eksekutif, yufdikatif dan legislative dengan mengaktifkan civilian oversight/public control (pengawasan publik) oleh berbagai kekuatan masyarakat sipil. 

Tak sampaikan di situ, Sidra mengatakan bahwa pembentukan budaya demokrasi dan etika publik perlu dilahirkan melalui kepeloporan masyarakat sipil sebagai pemilik kedaulatan rakyat. 

“Konsepsi inilah yang belum dapat dipraktikkan di Indonesia, meminjam istilah Hariman Siregar, bahwa Ketika struktur dan aktor sudah semua ada, maka problemnya adalah kultur yang tidak ada, sehingga nilai-nilai demokrasi dan rule of law sulit diterapkan dengan baik. Padahal itulah esensi kehidupan berbangsa di negara demokrasi,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Umum PB Pemuda Muslimin Indonesia, Muhtadin Sabili, mengatakan bahwa revisi UU TNI dan Kejaksaan memunculkan berbagai kekhawatiran terkait potensi
penyalahgunaan kekuasaan, pelemahan supremasi sipil, serta ancaman terhadap demokrasi dan HAM. Oleh karena itu, pembahasan revisi ini perlu dilakukan secara transparan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan pakar hukum.

“Revisi UU TNI dan UU Kejaksaan memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda, namun keduanya terkait dengan upaya modernisasi, penyesuaian dengan dinamika hukum, serta tantangan yang dihadapi institusi masing-masing,” tegas Sabili.


Bagikan:
KOMENTAR
TERKINI