Bernasindonesia.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung oleh Ian Mulyana Jaya Sumpena pada Jumat (17/1/2025).
Penjabat (Pj) Wali Kota Bogor, Hery Antasari (tergugat I) dan Panitia Seleksi (Pansel) Dewan Pengawas (Dewas) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Pakuan Jaya (PPJ) periode 2024-2028, yang diketuai oleh Hanafi menjadi tergugat II.
Kepada wartawan, Ian mengatakan bahwa gugatan ini berfokus pada Surat Keputusan Nomor 900.1.13.2/5568. Bag.Ekon tertanggal 29 Oktober 2024 yang menetapkan dua nama, yakni Agustiansyah, S.STP., dan Sapta Bela Alafraby, S.E., sebagai anggota Dewas PPJ Kota Bogor.
Ian menilai proses seleksi yang dilakukan oleh Panitia Seleksi (Pansel) tidak mencerminkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kurangnya transparansi dan Keterbukaan Informasi Publik. Pansel tidak membuka hasil seleksi setiap tahapan secara transparan, termasuk komposisi kumulatif nilai peserta,” ungkap dia melalui keterangan tertulisnya.
Selain itu, permintaan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kota Bogor secara Elektronik tidak mendapat tanggapan yang memadai.
“Ada indikasi manipulasi nilai. Kami mencurigai adanya indikasi “kontrolisasi” nilai untuk menguntungkan peserta tertentu,” katanya.
Menurut dia, pansel mengumumkan daftar peserta yang lolos berdasarkan abjad, bukan berdasarkan peringkat ranking kumulatif, sehingga menimbulkan keraguan akan integritas proses seleksi.
“Tergugat II tidak melaksanakan seleksi secara transparan karena tidak membuka informasi hasil penilaian setiap tahapan seleksi. Para peserta termasuk yang diamanahkan dalam Pasal 19 ayat (6) huruf a sampai dengan huruf c Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2018 tersebut, termasuk nilai kumulatif peserta,” jelas Ian.
Sehingga, sambung dia, tak menutup peluang bagi peserta lain untuk mengetahui dasar penetapan hasil seleksi, sehingga menutup peluang bagi peserta lain untuk mengetahui dasar penetapan hasil seleksi.
Dalam pasal 19 ayat (6), “Klasifikasi Nilai Akhir UKK meliputi huruf (a) diatas 8,5 direkomendasikan sangat disarankan seperti di (b) diatas 7,5 sampai dengan 8,5 direkomendasikan disarankan seperti di huruf (c) 7,0 sampai dengan 7,5 direkomendasikan disarankan dengen Pengembangan, dan huruf (d) Dibawah 7,0 direkomendasikan tidak disarankan,” katanya.
Kemudian dalam pasal 20 termasuk bahwa bakal calon anggota Dewas atau anggota Komisaris yang diangkat menjadi calon anggota Dewas atau anggota komisaris yaitu bakal calon yang memenuhi klasifikasi penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) huruf a sampai dengan huruf c.
Selain itu, Ian menilai bahwa verifikasi administrasi yang lalai lantaran ditemukan ketidak-sesuaian proses verifikasi administratif dari pansel yang tidak menyeluruh dan komprehensif dengan sistem yang berbasis penelusuran faktual kesesuaian sesuai yang diajukan oleh para peserta.
“Hal ini dinilai melanggar asas kepastian hukum dan prinsip meritokrasi dalam proses seleksi jabatan publik. Potensi Konflik Kepentingan, kami mencurigai adanya hubungan kepentingan antara anggota pansel dengan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai anggota Dewas yang berpotensi melanggar kode etik Aparatur Sipil Negara (ASN),” katanya.
Ian menyebut bahwa pansel telah mengabaikan penerapan meritokrasi seleksi berdasarkan uji kompetensi atau penilaian berbasis kinerja, prinsip dimana penempatan individu dalam suatu posisi atau jabatan didasarkan pada kemampuan, prestasi, kualifikasi, dan kompetensi yang dimiliki, bukan berdasarkan hubungan personal dengan pimpinan.
Ian meminta PTUN Bandung untuk membatalkan Surat Keputusan Nomor 900.1.13.2/5568.Bag.Ekon tertanggal 29 Oktober 2024, dan memerintahkan pansel untuk menyelenggarakan seleksi ulang dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
“Harus dipastikan keterbukaan informasi kepada seluruh peserta seleksi maupun masyarakat terkait hasil seleksi pada setiap tahapan,” ucapnya.
Ia berharap berharap gugatan ini dapat menjadi tonggak perbaikan tata kelola seleksi pejabat publik dalam melakukan dan melaksanakan proses seleksi BUMD di lingkungan Pemerintah Kota Bogor baik seleksi calon direksi maupun calon dewas ke depannya.
“Proses seleksi pejabat publik harus menjunjung tinggi integritas, transparansi, dan keadilan. Kita tidak ingin kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan tercederai oleh praktik yang tidak sesuai dengan prinsip good governance,” tegas Ian.