Bernasindonesia.com - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes, menyoroti penggunaan anggaran pendidikan yang dinilai tidak efektif meski alokasinya sangat besar.
Menjelang pengesahan RAPBN 2025, Fahmy menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap penggunaan dana pendidikan yang mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Hal itu disampaikan Fahmy dalam Program PKS Legislatif Report Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, pada Selasa (20/08/2024).
Fahmy menjelaskan bahwa pada masa sidang awal ini, Komisi X fokus melanjutkan Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan, yang bertugas mengkaji efektivitas penggunaan dana pendidikan.
“Hari ini setelah paripurna, kami akan RDPU dengan Indonesian Watch Corruption (IWC). Ada hal-hal penting yang perlu diamati dan dikawal terkait penggunaan dana pendidikan yang luar biasa besar, terutama dalam 10 tahun terakhir,” ujar Fahmy.
Ia menyoroti besarnya anggaran pendidikan yang dialokasikan setiap tahun, termasuk rencana peningkatan menjadi sekitar Rp700 triliun pada 2025.
“Anggaran pendidikan mencapai 650 triliun lebih, dan tahun 2025 naik jadi sekitar 700 triliun. Ini benar-benar harus kita kuliti dan kawal. Kita akan meminta data dan fakta dari IWC mengenai bagaimana dana ini digunakan,” lanjutnya.
Namun, meskipun anggaran tersebut besar dan memenuhi mandat 20 persen dari APBN, realisasinya di lapangan masih jauh dari memuaskan.
“Panja Pembiayaan Pendidikan menemukan banyak masalah. Di satu sisi, anggarannya besar, tapi efektivitasnya minim. Masih banyak infrastruktur yang buruk, terutama di daerah-daerah yang menyebabkan akses pendidikan terganggu,” ungkap Fahmy.
Ia mencontohkan kondisi di Kabupaten Bogor, daerah pemilihannya, di mana masih banyak ruang kelas yang tidak layak digunakan.
“Di dapil saya, Kabupaten Bogor, masih banyak ruang kelas yang sangat tidak layak. Ruang-ruang belajar yang hancur dan tak memadai ini sangat memprihatinkan,” tegasnya.
Selain itu, Fahmy juga menyoroti kurangnya jumlah guru dan rendahnya kompetensi mereka.
“Kelas-kelas sering kosong karena guru kurang, dan kompetensi mereka masih harus terus ditingkatkan. Lebih ironis lagi, kesejahteraan guru masih jauh dari layak. Ini aneh, di tengah anggaran pendidikan yang besar, kenyataan di lapangan justru sebaliknya,” kata Fahmy dengan nada prihatin.
Fahmy Alaydroes menekankan bahwa ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi Komisi X DPR RI.
Ia berharap semua pihak, terutama lembaga pengawas dan pemerintah, bisa memastikan anggaran pendidikan yang besar ini benar-benar berdampak positif di lapangan, sehingga tidak ada lagi ruang kelas yang tidak layak atau guru yang kekurangan di Indonesia.