Bernasindonesia.com - Kepesertaan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera untuk pembiayaan perumahan secara gotong royong yang diwajibkan paling lambat 2027 terus menuai polemik. Peraturan yang mewajibkan seluruh pekerja atau karyawan dengan penghasilan diatas upah minimum terdaftar sebagai peserta Tapera dan menyisihkan penghasilan guna menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang dan berkelanjutan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pembiayaan perumahan ini mendapat kritik dan penolakan banyak pihak.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, walau kepesertaan Tapera baru akan mulai efektif diterapkan pada 2027, tetapi keresahan, kritik dan ragam pertanyaan berbagai kalangan terhadap kebijakan ini perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Idealnya kebijakan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat terlebih yang sifatnya wajib dan mempengaruhi pendapatan/gaji harus memiliki prakondisi yang kuat.
“Semua kebijakan terlebih Tapera yang sifatnya wajib ini idealnya memenuhi beberapa prakondisi untuk memastikan dapat diimplementasikan dengan efektif dan efisien. Namun jika melihat situasi saat ini, di mana Tapera menjadi polemik, tampaknya prakondisi tersebut minim atau tidak terpenuhi ditambah sosialisasinya yang juga masih minim. Saya sangat berharap keresahan publik soal Tapera ini menjadi perhatian khusus oleh Pemerintah. Mohon diidentifikasi apa saja yang menyebabkan kebijakan ini melahirkan keresahan, kritik bahkan penolakan,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (4/6).
Menurut Senator Jakarta ini, prakondisi yang perlu dipastikan sebelum mengimplementasikan Tapera adalah apakah situasi ekonomi nasional sudah benar-benar stabil dan apakah daya beli masyarakat apa sudah membaik atau belum. Selain itu, kebijakan Tapera, sebelum diimplementasikan, juga harus melihat situasi lain. Misalnya apakah harga-harga kebutuhan pokok sudah stabil atau apakah situasi saat ini dan kedepan bisa memastikan biaya hidup masyarakat tidak semakin tinggi.
Oleh karena itu, lanjutnya, polemik Tapera yang terjadi saat ini memerlukan dialog dan konsultasi yang lebih intensif lagi dengan pemangku kepentingan. Akan sangat baik, jika ada dialog terbuka dengan serikat pekerja, asosiasi pengusaha, dan organisasi masyarakat sipil untuk mendengarkan kekhawatiran mereka dan mencari solusi bersama.
“Selain itu, perlu juga membentuk forum konsultatif yang melibatkan berbagai pihak untuk memberikan masukan berkelanjutan terhadap pelaksanaan kebijakan Tapera ini. Forum ini diharapkan bisa menciptakan skema alternatif yang bisa diterima pekerja dan pengusaha,” pungkas Fahira Idris.
Sebagai informasi, ketentuan Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang ditetapkan pada 20 Mei 2024. Regulasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.