Bernasindonesia.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa perekonomian Indonesia kembali tumbuh kuat di tengah stagnasi ekonomi global dan gejolak pasar keuangan. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia pada kuartal I-2024 mencapai 5,11 persen (year on year/yoy), utamanya ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan dukungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Capaian pertumbuhan tersebut berdampak positif terhadap penurunan tingkat pengangguran terbuka.
“Di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia terus dapat menunjukkan resiliensinya, terlihat dari capaian pertumbuhan pada triwulan I ini. Kualitas pertumbuhan juga meningkat signifikan tercermin dari penciptaan lapangan kerja yang cukup tinggi sehingga mampu menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) ke level di bawah prapandemi. Ke depan APBN akan terus dioptimalkan untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong akselerasi pertumbuhan, dan penciptaan lapangan kerja, ” ujar Menkeu, dikutip dari laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rabu (08/05/2024).
Di sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) tumbuh masing-masing 4,9 persen dan 24,3 persen (yoy). Pertumbuhan ini didorong oleh terkendalinya inflasi, meningkatnya aktivitas ekonomi selama Ramadan, kenaikan gaji aparatur sipil negara (ASN), pemberian tunjangan hari raya (THR), serta berbagai aktivitas terkait Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024.
Pengeluaran konsumsi pemerintah (PKP) tumbuh double digit sebesar 19,9 persen (yoy). Kinerja belanja pegawai dalam APBN menjadi salah satu faktor yang mendukung kuatnya pertumbuhan ini, terutama melalui kenaikan gaji ASN dan pemberian THR dengan tunjangan kinerja 100 persen pada triwulan I-2024. Di sisi lain, belanja barang dan belanja sosial yang merupakan bagian dari PKP juga meningkat cukup signifikan menyumbang 1,1 persen terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan I-2024. Sementara, pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi tercatat sebesar 3,8 persen (yoy). Kinerja investasi sektor swasta juga tumbuh tinggi 22,1 persen (yoy) dengan sebaran investasi antara Jawa dan luar Jawa yang berimbang.
Selanjutnya, tren perlambatan ekonomi global mempengaruhi pertumbuhan ekspor dan impor Indonesia. Meski begitu, sektor-sektor unggulan dari sisi produksi tetap tumbuh positif, seperti sektor manufaktur dan perdagangan. Namun, sektor pertanian mencatatkan kontraksi sebesar 3,5 persen (yoy), dipengaruhi oleh musim.
Peningkatan mobilitas masyarakat juga mendukung pertumbuhan sektor-sektor penunjang pariwisata, seperti sektor transportasi dan akomodasi yang masing-masing tumbuh sebesar 8,7 persen (yoy) dan 9,4 persen (yoy).
Secara spasial, tren pertumbuhan positif juga terjadi di semua wilayah Indonesia. Pulau Jawa sebagai kontributor utama perekonomian, tumbuh relatif kuat di level 4,8 persen (yoy). Sementara itu, keberlanjutan pengembangan industri hilirisasi sumber daya alam (SDA) menjadi faktor utama bagi pertumbuhan kawasan Sulawesi dan Maluku-Papua yang tumbuh masing-masing 6,4 persen dan 12,2 persen (yoy) diikuti pertumbuhan ekonomi di Kalimantan sebesar 6,2 persen (yoy).
Pertumbuhan ekonomi yang solid juga berdmpak positif pada penyerapan tenaga kerja nasional, menurunkan secara signifikan tingkat pengangguran terbuka (TPT), serta menurunkan proporsi pekerja informal. Penurunan proporsi pekerja informal ini memberikan indikasi positif terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja secara nasional.
Namun demikian, ada beberapa risiko global yang masih harus dihadapi, di antaranya arah kebijakan the Fed yang masih penuh ketidakpastian, eskalasi tensi geopolitik berbagai kawasan, serta disrupsi rantai pasok global yang belum sepenuhnya pulih. Sebagai langkah antisipatif atas berbagai dinamika global tersebut, sinergi dan koordinasi dengan otoritas lain khususnya otoritas moneter dan sektor keuangan akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Dengan begitu, pemerintah akan terus melakukan monitoring dan asesmen terhadap potensi dampak dari dinamika global terhadap perekonomian domestik serta kondisi fiskal. APBN akan terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum pertumbuhan ekonomi.