Bernasindonesia.com - Ini berita dicuplik dari CNBC, 22 Februari 2024. Sebanyak 17 pemimpin negara memberi selamat kepada Prabowo Subianto, yang terpilih sebagai presiden RI, 2024-2029.
Dalam himpunan 17 negara itu, terdapat negara besar dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Australia juga negara tetangga: Singapura dan Malaysia.
Padahal kita tahu, hasil KPU yang resmi, Real Count Manual, sama sekali belum keluar. Ini fakta, terlepas kita suka atau tidak. Dalam kondisi hasil resmi KPU belum diumumkan, aneka negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris sudah memberikankan selamat.
Dalam prosedur diplomasi negara besar, itu pastilah ketat sekali mereka membuat aturan. Mereka tentu menghindari cacat diplomasi. Akan repot jadinya jika mereka memberikan selamat kepada prabobo, ternyata yang menang menurut KPU itu misalnya Ganjar atau Anies Baswedan.
Lalu apa basis 17 negara ini dengan cepat dan tegas berani memberikan selamat kepada Prabowo? Tak lain dan tak bukan, ini satu satunya yang sudah final: 17 negara besar ini meyakini hasil quick count berbagai lembaga survei di Indonesia.
Sebanyak 17 negara itu tahu dan memahami hadirnya science di balik quick counts. Itu fakta pula, suka ataupun tidak. Quick Counts yang dibuat lembaga swasta, lembaga survei, itu dipercayai bahkan oleh negara besar. Hasil Quick Counts dipercayai akan sebangun dengan hasil resmi KPU lima minggu kemudian.
Diplomasi telah melampaui prosedur!
Di negara kita sendiri, lembaga survei yang kredibel itu (yang punya jejak yang panjang, bukan yang lahir kemarin sore), pasti dipercayai oleh media, karena semua stasiun TV besar menyelenggarakannya.
Kita bisa melihat jejak di belakang. Hasil Quick Count Pilpres 2019 sudah bisa kita bandingkan dengan hasil resmi KPU di tahun 2019 juga.
Selisihnya paling besar hanya di bawah 1%. Beberapa media memberitakan, Quick Count LSI Denny JA dianggap memiliki selisih paling kecil, hanya 0, 12 persen saja berbeda dibanding hasil KPU 5 minggu kemudian.
Betapa hebatnya science. Lagi dan lagi pilpres menjadi labolatorium akurasi ilmu sosial kuantitatif. Ketika hasil KPU akan selesai lima minggu kemudian, di hari itu lembaga survei sudah duluan mengumumkan hasilnya.
Mereka yang tak mengerti science di balik lembaga survei segera menuduh ini pasti konspirasi. Mustahil bukan konspirasi. Hasil KPU disetir agar sesuai dengan Quick Counts yang sudah diatur pihak penguasa.
Tapi bagi yang mengerti, mereka menengadahkan kepala. Hasil lebih dari 800 ribu TPS bisa diketahui hanya dengan sistem sampel 2000-3000 TPS saja, seperti yang dikerjakan lembaga survei.
Saya perlu mengutip satu riset yang dibuat oleh AROPI. Ini singkatan dari Asosiasi Riset Opini Publik. Ia adalah asosiasi lembaga survei yang pertama dan paling tua di Indonesia.
Salah satu sumbangan AROPI, di tahun 2009, ia berhasil meyakinkan MK membatalkan UU yang melarang publikasi Quick Count di hari pemungutan suara. Berkat AROPI, kini kita semua menikmati hasil Quick Count di hari itu juga, hari pencoblosan.
Kini AROPI juga mempublikasi hasil survei terbarunya, yang dibuat bulan Febuari 2024. AROPI bertanya apakah Bapak Ibu sekalian percaya atau tidak dengan lembaga survei?
Hasilnya: 75,4% publik (yang mengenal lembaga survei) percaya. Prosentase yang percaya sudah besar sekali. Tentu tetap hadir sejumlah orang yang tak percaya. Tapi 75,4% yang percaya itu tinggi sekali.
Prosentase itu juga sudah melampaui opini publik di tahun 2019. Pada Pilpres 2019, AROPI juga jmembuat survei yang sama. Juga AROPI bertanya yang sama: Bapak Ibu sekalian, apakah Bapak Ibu percaya atau tidak dengan lembaga survei?
Saat itu yang mengatakan percaya (2019) sebanyak 67,8 persen. Ini berarti dalam jangka waktu lima tahun, telah terjadi peningkatan kepercayaan kepada lembaga survei.
Tentu ada sebab musabab dari meningkatnya trust itu. Ujungnya karena bukti akurasi. Jejak digital menunjukkan akurasi lembaga survei itu.
Tentu saja banyak lembaga survei yang abal- abal. Sangat mudah melacaknya. Cukup ketik saja di Google search untuk melihat jejak lembaga survei itu. Dengan mudah publik bisa membedakan mana lembaga survei yang kredibel dan mana yang abal- abal.
Saya sendiri sebagai pelaku acapkali terkejut dan kaget. Betapa lembaga survei bisa seakurat itu.
Saya mengalami hal ini di hari pencoblosan tanggal 14 Februari 2024. Saat itu, pencoblosan di TPS wilayah barat belum selesai. Saya lihat jam, pukul 11.30 WIB.
Melalui Exit Poll LSI Denny JA, saya sudah mendapatkan hasilnya. Prabowo- Gibran menang satu putaran saja.
Saya ingin hasil ini tercatat di publik, lebih dalam rangka percobaan science. Celakanya, Mahkamah Konstitusi melarang lembaga survei mengumumkan hasil survei sebelum jam 15.00. Hukumannya pidana!
Aha! Saya mendapatkan solusi, hasil putar- putar otak. Agar ini tercatat, saya umumkan exit poll saya dalam bentuk puisi. Saya sengaja mempublikasi di aneka medsos saya dan Grup WA.
Sebagian juga ekspresi puitis itu diberitakan di media online sebelum jam 15.00. Keluarlah itu puisi yang isinya:
“Dua burung melintas di udara. Dan mereka melintas satu putaran saja!”
Mereka yang mengerti bahasa isyarat langsung memberi respon: “Bro Denny, Prabowo-Gibran menang satu putaran ya?”
Di beberapa berita online, seperti VIVA, juga muncul berita: “Kode Denny JA soal Pilpres Satu Putaran.” Berita itu dimuat sebelum jam 3.00 sore, karena itu batas yang dilarang oleh Mahkamah Konstitusi.
Saya yang sudah berkali - kali membuktikan akurasi survei, quick count dan exit poll Denny JA tetap saja terpana dan terharu soal pencapain science di bidang voting behavior ini.
Banyak juga yang heran setelah melihat hasil Quick Count. “Kok bisa, Prabowo sekuat ini 58 %. Kok bisa Ganjar serendah itu 16 %?
Saya tidak kaget. Karena seminggu sebelumnya, sebelum hari pencoblosan, LSI Denny JA sudah membuat prediksi. Hasilnya bisa dilacak di Google.
Di situ, LSI Denny JA sudah mempublikasi, perolehan masing masing pasangan capres-cawapres dalam interval. Prabowo-Gibran bisa setinggi 58%. Ganjar bisa merosot bahkan hingga 16%.
Selesai quick counts, ketika membaca berita 17 pemimpin negara sudah memberikan ucapan selamat kepada Prabowo, padahal hasil resmi KPU belum keluar, kembali saya terpana. Terpana dengan science di balik pilpres 2024. ***
Oleh: Denny JA