Bernasindonesia.com - Sabtu malam 17 Februari 2024, saya ditelepon oleh Presiden terpilih (versi Quick Counts) Prabowo Subianto. Santai saja, kami bercakap-cakap lewat handphone selama sekitar 10 menit.
Setelah mengucapkan terima kasih atas kerja saya untuk “Get Things Done,” ikut membantunya terpilih sebagai Capres, Prabowo mengutip satu kalimat saya ketika kami pertama kali bertemu di tahun 2023, setelah lama tak jumpa.
Kata Prabowo, 'Den (Denny JA), gue ingat kata-kata elo waktu elu bilang, Pak, saya tak ingin membantu capres yang akan kalah.' Prabowo ketawa, saya pun juga tertawa.
Kata Prabowo, 'Den (Denny JA), jadi kemenangan gua sekarang ini sebagai presiden menambah prestasi elu ya. Elu jadi mempunyai rekor memenangkan presiden berapa kali?
Saya jawab: “Lima kali pak, ikut memenangkan Presiden, lima kali berturut-turut, Pak. Respon Prabowo: 'Wah, den, itu prestasi dunia!”
Siap, Pak,' siap. Saya katakan juga. 'Pak, bapak sekarang ini berada di momen yang jarang sekali. Dua puluh tahun lagi, kita menuju 2045.
Ini momen Pak Prabowo untuk ikut mengantar Indonesia menjadi negara keempat paling kuat secara ekonomi di dunia. Ini diprediksi oleh berbagai lembaga ekonomi.'
Mengapa saya selaku konsultan politik membantu Prabowo untuk menjadi presiden di tahun 2024? Why? Saya mulai dengan urutan ini.
Tanggal 5 Mei 2023, pertama kali saya jumpa Prabowo untuk urusan Pilpres 2024. Kami bersepakat untuk saya membuat program agar Prabowo terpilih menjadi presiden Indonesia berikutnya.
Sepuluh hari kemudian, saya kumpulkan teman-teman LSI Denny JA. Saya katakan, kita mulai lagi satu perjalanan panjang, kembali bertarung di pemilu presiden.
Kita kerahkan sumber daya bukan saja untuk memenangkan capres yang kita sudah bersepakat. Tapi ini juga memenangkan LSI Denny JA sendiri, untuk sekali lagi sukses sebagai lembaga survei, quick count dan konsultan politik.
Ujungnya, kita harus sampai ke puncak gunung itu, yang akan sulit sekali dipecahkan oleh siapapun di dunia. Yaitu Ikut memenangkan Capres lima kali berturut- turut di sebuah negara.
LSI Denny JA sendiri memiliki dua divisi. Ini jarang diketahui publik. Ada divisi lembaga survei. Kepentingan survei ini tak lain dan tak bukan memberikan data seakurat mungkin.
Bagi lembaga survei, tak penting siapa yang menang, dan siapa yang kalah. Kewajiban lembaga survei memberikan data seakurat yang bisa. Itulah prestasinya.
Tapi juga ada divisi kedua, yaitu konsultan politik. Pada divisi ini, sila pertamanya justru soal menang. Ketika capres datang untuk bekerja sama, rasa terima kasih kita padanya, karena kepercayaannya, kita balas dengan memenangkannya.
Ada lima alasan mengapa akhirnya saya memilih mendukung Prabowo pada Pilpres 2024 ini.
Pertama, Prabowo punya kemungkinan menang paling besar. Simpel saja saya melihatnya. Saya sudah punya instink. Jokowi pada waktunya akan membantu Prabowo, dan diketahui publik luas.
Di pilpres 2019, Jokowi bertarung dengan Prabowo. Dukungan kepada dua capres ini, jika digabung, suaranya itu 100% seluruh pemilih Indonesia.
Di pilpres 2024, ketika mereka bergabung kembali, menyatukan kekuatan, berarti 100% dukungan pemilih pula kekuatannya. Katakanlah 50% pendukung lamanya pergi, karena tak setuju kerjasama Prabowo dan Jokowi, toh masih ada 50% lagi pendukungnya yang tersisa.
Lima puluh persen dukungan itu sudah besar sekali. Sudah cukup kemungkinannya untuk menang. Bahkan cukup untuk menang satu putaran saja.
Kedua, kegigihan Prabowo mengejar matahari untuk mendapatkan mandat menjadi presiden. Saya mengikuti secara khusus sejak Pilpres 2004.
Saat itu Prabowo sudah ikut konvensi Partai Golkar, dan gagal. Lalu Pilpres 2009, Prabowo sebagai calon wakil presiden. Kembali ia gagal.
Kemudian Pilpres 2014 dan 2019, Prabowo maju sebagai capres. Kembali Prabowo kalah. Ia ikut lagi di tahun 2024.
Kegigihan mengejar matahari ini pastilah ada yang sangat ingin Prabowo wujudkan. Ia menyimpan satu energi besar sekali, ingin melakukan sesuatu bagi negerinya.
Alasan ketiga, “It is NOW or NEVER. Pilpres 2024 ini menjadi THE LAST DANCE, pertarungan terakhir bagi Prabowo. Jika kalah, maka tak ada lagi momen pilpres yang bisa ia ikuti, karena mungkin juga masalah usia.
Saya ingat sekali waktu jumpa Prabowo Subianto di bulan Mei 2023 itu. Saya menyanyikan lagu It is now or never.' Ini lagu Elvis Presley.
“Pak, lagu ini juga buat Bapak (Prabowo). Kalau Bapak ingin jadi presiden, kesempatannya tinggal sekarang, Pak. Dan harus menang. NOW! Jika tidak, ia NEVER untuk menjadi presiden.
Dengan sendirinya, dalam kesempatan terakhir ini, itu seperti soal hidup dan mati. Semua enerji batin terbaik Prabowo akan terpancing keluar.
Keempat, yang membuat saya juga memilih mendukung Prabowo adalah ia pemimpin konsensus. Prabowo memiliki karakter leadership yang memang dibutuhkan di negeri ini.
Itu kemampuan mengubah lawan menjadi kawan. Mengubah penentang menjadi pendukung.
Kita lihat contoh, banyak sekali, Jenderal, aktivis, dan tokoh-tokoh yang tadinya menentangnya, tiba-tiba berubah menjadi pendukungnya.
Ia juga berada di sentral spektrum politik. Ia dekat dengan kalangan nasionalis, Islam dan minoritas.
Kelima, yang yang penting, adalah visinya. Ia ingin sekali Indonesia menjadi macan Asia. Juga negara kita saat ini menuju Indonesia emas 2045.
Begitu kuat keinginannya membawa Indonesia menjadi negara besar di Asia, bahkan di dunia. Dengan passion sekuat itu, banyak hal menjadi mudah, tinggal diperkuat saja oleh kemampuan teknokratis para pembantunya.
Saya berdiri di samping Prabowo dengan sikap seorang profesional sejati. Yaitu memberi gagasan positif. Mendukungnya ketika ia benar. Tapi juga nanti ikut menyapanya ketika ia salah.
Sikap profesional itu sama dengan sikap teman sejati. Kita mendukung ketika teman benar. Juga menyapa ketika teman salah.
Presiden baru sudah terpilih versi Quick Count. Real Count KPU hasilnya tak akan jauh berbeda. ***
Oleh: Denny JA