Bernasindonesia.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) tengah menyelidiki laporan dugaan pelanggaran etik para Hakim MK. Sejumlah pelapor, terlapor, dan saksi-saksi telah diperiksa.
Prof Jimly Asshiddiqie selaku Ketua Hakim MKMK, setelah mendengarkan laporan para pelapor, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi MK. Keprihatinan yang sama tentu kita rasakan semua. Bagaimana tidak, MK adalah lembaga negara yang diberi amanat secara khusus oleh UUD 1945 menjaga tegaknya Konstitusi, justru hakim-hakimnya terlibat dalam dugaan penyelewengan kewenangan yang dapat meruntuhkan marwah dan wibawa MK.
Dugaan pelanggaran etik Hakim MK telah banyak dilaporkan para pihak. Namun, pembentukan MKMK tidak kunjung dilakukan, hingga munculnya kasus putusan Nomor 90 yang di dalamnya memuat norma baru, dalam pasal yang mengatur tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
_Dissenting opinion_ atas putusan Nomor 90 itu, yang disampaikan oleh empat orang anggota Hakim MK dalam sidang yang terbuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, telah mengundang perhatian publik secara luas. Publik tersadar bahwa putusan MK yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman itu, banyak kejanggalan. Kejanggalan-kejanggalan terkuak, dan makin terang benderang saat sidang MKMK berlangsung.
Wibawa dan Marwah MK makin terpuruk. Tuntutan pun meluas kepada MKMK agar tidak hanya menyelidiki dugaan pelanggaran etik para Hakim MK terkait putusan Nomor 90 tersebut, namun juga diminta oleh para pelapor agar menyatakan bahwa putusan Nomor 90 itu dinyatakan tidak sah.
Alasan-alasan telah disampaikan para pelapor, secara sangat detil sejak dari prosedur penerimaan gugatan, penarikan gugatan, penerimaan kembali gugatan, keterlibatan aktif Ketua MK yang seharusnya mundur dan tidak terlibat dalam mengadili perkara dimaksud, hingga dugaan kuat adanya intervensi Istana Kepresidenan.
Sejauh ini, Ketua MKMK menyatakan "belum yakin" untuk memperluas cakupan pemeriksaan perkara tidak hanya terbatas pada pelanggaran etik hakim MK, namun juga sampai kepada materi dari putusan MK.
Alasannya karena putusan MK berdasarkan UUD 1945 disebutkan bersifat "final and binding". Namun demikian Ketua MKMK akan memperhatikan alasan-alasan para pelapor, bisa jadi dari alasan-alasan yang disampaikan dapat menyakinkan para hakim MKMK. Jimly Asshiddiqie menyebut selalu ada ruang bagi penerapan hukum yang bersifat"progressive" saat hal itu diperlukan. Namun para pelapor harus mampu meyakinkan para hakim MKMK. Jimly pun menantang para pelapor untuk menghadirkan saksi ahli yang dapat meyakinkan para hakim MKMK.
Hak Angket DPR
Keprihatinan atas situasi yang terjadi di MK, juga datang dari para Anggota DPR. Masinton Pasaribu dari Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar DPR menggunakan hak bertanya atau hak angket guna mendalami persoalan apa yang sedang menimpa MK saat ini.
Jimly Asshiddiqie, demikian pula Mahfud MD memberikan pandangan yang tidak mempersoalkan jika DPR mau menggunakan hak angket terkait permasalahan yang terjadi di Mahkamah Konsitusi. Keduanya adalah Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi, sangat cukup dan layak untuk menjadi referensi bagi DPR untuk tidak perlu ragu melakukan hal angket jika memang DPR memandang perlu melakukan hak angket.
Bagaimana pun, seperti yang disampaikan Hakim Mahkamah Konsitusi Prof Arif Hidayat, dari 12 tahun bertugas sebagai Hakim MK, baru kali ini beliau merasakan keanehan yang luar biasa. Hal yang sama disampaikan Hakim Konstitusi Prof Saldy Isra, yang telah enam tahun bertugas di MK. Ungkapan keprihatinan mereka ini patut menjadi perhatian DPR, selaku lembaga yang berwenang melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang. Terutama karena adanya dugaan intervensi dari Istana Kepresidenan terhadap MK. Dugaan intervensi ini, berakibat munculnya putusan MK Nomor 90, yang di dalamnya terdapat "norma baru' yang oleh Prof Deny Indrayana ditengarai sebagai perbuatan kriminal. Deny menyebutnya sebagai kejahatan yang terencana.
Tentu kita semua memiliki konsern agar MK dapat kembali dipercaya oleh publik, sebab itu Marwah dan Wibawa MK harus segera di pulihkan. Oknum-oknum Hakim MK yang terlibat dalam terbitnya putusan Nomor 90 tersebut harus di jauhkan dari MK, karena telah merusak kepercayaan publik terhadap MK dikarenakan mereka tidak berintegritas dalam menjalankan tugasnya selaku Hakim MK. Patut di duga bahwa bukan hanya Ketua MK Anwar Usman yang telah "dimanfaatkan" oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan terbitnya norma baru yang terdapat dalam putusan no 90 tersebut.
Akhirnya kami berdoa semoga Allah SWT memberikan kekuatan, pikiran yang jernih, hati yang tenang kepada para Hakim MKMK untuk memutus perkara pelanggaran etik ini dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kita juga memberi dukungan dan dorongan kepada DPR untuk menggunakan hak angket yang mereka miliki guna menyelidiki apa benar dugaan adanya intervensi Istana Kepresidenan terhadap Mahkamah Konsitusi.
Tugas DPR melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU oleh pemerintah, sehingga jika betul ada intervensi dari Istana Kepresidenan kepada Mahkamah Konsitusi, tentu itu patut di duga telah terjadi pelanggaran Undang-undang di dalamnya.
Siapakah dari Istana Kepresidenan yang terlibat, apakah KSP, Mensesneg atau Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, biarlah itu menjadi terang disaat DPR menggunakan hak angketnya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan yang terbaik bagi Bangsa Indonesia
Oleh: Hasanuddin