Bernasindonesia.com - Pemerintah Indonesia sedang menghadapi tantangan serius terkait maraknya sengketa tanah di berbagai wilayah, termasuk kasus yang sangat kontroversial mengenai pulau Rempang. Ribuan kasus sengketa tanah terjadi setiap tahunnya.
Dampak dari sengketa tanah ini sangat merugikan masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. Masyarakat yang telah lama menempati tanah secara turun-temurun sering kali diusir atau terancam kehilangan tempat tinggal mereka. Selain itu, investor dan proyek pembangunan sering kali terhambat akibat ketidakpastian hukum dalam hal kepemilikan tanah.
Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion bertema “Hukum Agraria dalam Persfektif Islam dan UU Pokok Agraria 1960” di Hotel Orchardz Jayakarta pada Selasa, 31 oktober 2023 yang diselenggarakan oleh Yayasan Lotus Kita, sebuah organisasi masyarakat yang bergerak di bidang Keagamaan, Sosial dan Pendidikan.
Dalam sambutannya, Ketua Yayasan Lotus Kita Nadhirah Seha Nur, mengemukakan bahwa persoalan pertanahan di Indonesia membutuhkan kebijakan transparan dan efektif dalam hal penyelesaian sengketa tanah serta upaya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat. Peran negara dalam ketegasan penegakan hukum menjadi kunci untuk mengurangi dampak dari maraknya sengketa tanah.
“Yayasan Lotus Kita perlu mengambil bagian untuk turut memberikan kontribusi pemikiran dan saran kepada pemerintah dan edukasi publik. Untuk itu FDG ini diadakan agar dapat memberikan formula rekomendasi dalam mengurai sengkarut agraria ini, “kata Nadhirah Seha Nur dalam pembukaan acara FDG yang dihadiri oleh 41 praktisi dan aktifis perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat dan profesional.
Akademisi dari ITENAS Bandung, Dr. Ryan mengemukakan, permasalahan hukum pertanahan dalam konteks ekonomi Islam beragam, mulai dari pergantian status tanah dari haram menjadi halal, penentuan batas dan pemisahan tanah, hingga penyelesaian sengketa tanah dengan berlandaskan prinsip keadilan dan kejujuran. Hal ini penting karena pemahaman yang baik tentang hukum pertanahan Islam dapat membantu masyarakat Muslim dalam mengelola aset mereka dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama.
Guru Besar Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Dr. Suparji Ahmad, SH., MH menuturkan bahwa tanah dalam kehidupan mempunyai fungsi yang sangat penting, baik untuk individu maupun pemerintah. Tanah merupakan satu isu yang sangat penting bagi kelangsungan kehidupan manusia dan bangsa. UU PA 1960 ditetapkan sebagai dasar hukum pengelolaan kekayaan agraria nasional. Kekayaan agraria nasional tersebut mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "Bumi dan air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat". Pembentukan UU ini dilakukan demi mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat. Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat adil dan Makmur
Diskusi yang digelar Yayasan Lotus Kita ini menghasilkan rekomendasi, yakni 1) mendorong lahirnya UU Pertanahan (Agraria) Syariah, 2) berkomitmen untuk consern terhadap masalah pertanahan demi keberlangsungan bangsa, 3) siap mengawal regulasi pertanahan yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, 4) aktif dalam upaya terciptanya budaya masyarakat yang edukatif, sadar dan taat hukum.