Bernasindonesia.com - Bagaimana menjelaskan paradoks yang hadir pada momen 90 hari menjelang pencoblosan Pemilu Presiden, menuju 14 Februari 2024?
Mengapa isu putusan Mahkamah Konstitusi (MK), isu dinasti politik, isu demokrasi yang mendung – yang ditujukan sangat masif, intens, sistematis, menyerang Jokowi dan pasangan Prabowo - Gibran, tidak memiliki efek elektoral yang negatif kepada pasangan Prabowo – Gibran, ataupun kepada tingkat kepuasan terhadap Jokowi?
Sebaliknya, elektabilitas Prabowo - Gibran justru meroket, Ganjar - Mahfud justru merosot drastis, dan Anies - Muhaimin untuk pertama kalinya menaik?
Jika pilpres dilaksanakan pada saat survei dilakukan, Prabowo – Gibran masuk putaran kedua. Sisa tiket diperebutkan oleh Ganjar – Mahfud dan Anies – Muhaimin. Jika tren ini tidak berubah hingga Februari 2024, ia membuka kemungkinan kubu Ganjar - Mahfud terkejar oleh Anies- Muhaimin.
Demikian temuan penting dari hasil riset terbaru LSI Denny JA kali ini.
LSI Denny JA melakukan survei tatap muka (𝘧𝘢𝘤𝘦 𝘵𝘰 𝘧𝘢𝘤𝘦 𝘪𝘯𝘵𝘦𝘳𝘷𝘪𝘦𝘸) dengan menggunakan kuesioner kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia. Dengan 1.200 responden, 𝘮𝘢𝘳𝘨𝘪𝘯 𝘰𝘧 𝘦𝘳𝘳𝘰𝘳 survei ini sebesar 2.9%. Survei dilakukan pada tanggal 6 - 13 November 2023.
Selain survei dengan metode kuantitatif, LSI Denny JA juga memperkaya informasi dan analisa dengan metode kualitatif, seperti analisis media, in-depth interview, expert judgement dan focus group discussion.
-𝟎𝟎𝟎-
𝗛𝗮𝘀𝗶𝗹 𝘀𝘂𝗿𝘃𝗲𝗶 𝘁𝗶𝗴𝗮 𝗽𝗮𝘀𝗮𝗻𝗴 𝗰𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀 𝗡𝗼𝘃𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿 𝟮𝟬𝟮𝟯: 𝗣𝗿𝗮𝗯𝗼𝘄𝗼 – 𝗚𝗶𝗯𝗿𝗮𝗻 𝗺𝗮𝘀𝘂𝗸 𝗽𝘂𝘁𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗱𝘂𝗮. 𝗦𝗶𝘀𝗮 𝘁𝗶𝗸𝗲𝘁 𝗱𝗶𝗽𝗲𝗿𝗲𝗯𝘂𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗚𝗮𝗻𝗷𝗮𝗿 – 𝗠𝗮𝗵𝗳𝘂𝗱 𝗱𝗮𝗻 𝗔𝗻𝗶𝗲𝘀 – 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗶𝗺𝗶𝗻.
Prabowo – Gibran berada di posisi teratas dengan elektabilitas sebesar 40.3%. Posisi kedua adalah Ganjar – Mahfud dengan elektabilitas sebesar 28.6%. Posisi ketiga adalah Anies – Muhaimin dengan 20.3%. Sebesar 10.8% menyatakan belum memutuskan/rahasia/tidak tahu/tidak jawab.
Saat ini, selisih Prabowo – Gibran dengan pesaing terdekatnya yaitu Ganjar – Mahfud, sebesar 11.7%. Selisih antara Prabowo – Gibran dengan Anies – Muhaimin sebesar 20.0%. Adapun selisih antara Ganjar – Mahfud dengan Anies – Muhaimin sebesar 8.5 %.
Jarak elektabilitas Prabowo – Gibran dan Ganjar – Mahfud melebar. Di bulan Oktober 2023, selisih elektabilitas Prabowo – Gibran dan Ganjar – Mahfud sebesar 1.5%. Sekarang di bulan November 2023, Elektabilitasnya terpaut 11.7%. Prabowo – Gibran unggul dua digit.
Terdapat penurunan elektabilitas dari Ganjar – Mahfud. Pada bulan Oktober 2023, elektabilitas Ganjar – Mahfud sebesar 35.3%. Saat ini di bulan November 2023, elektabilitas-nya sebesar 28.6%. Terdapat penurunan sebesar 6.7%. Ini penurunan terbesar untuk Ganjar sepanjang tahun 2023.
Anies – Muhaimin elektabilitasnya mengalami kenaikan. Pada bulan September 2023 elektabilitasnya sebesar 15%, kemudian di Oktober naik menjadi 17.2% dan saat ini November naik kembali menjadi 20.3%. Ini juga trend kenaikan pertama kali yang mulai konsisten yang dialami Anies Baswedan sepanjang tahun 2023.
Prabowo – Gibran unggul dua digit. Ganjar – Mahfud menurun, dan Anies – Muhaimin menaik.
𝗕𝗮𝗴𝗮𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁 𝗸𝗲𝗽𝘂𝗮𝘀𝗮𝗻 𝗽𝘂𝗯𝗹𝗶𝗸 (𝗮𝗽𝗽𝗿𝗼𝘃𝗮𝗹 𝗿𝗮𝘁𝗶𝗻𝗴) 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗝𝗼𝗸𝗼𝘄𝗶?
Walau sering diserang, kepuasan publik terhadap Jokowi ternyata relatif stabil. Dari bulan Juni 2023 hingga November 2023 kepuasan terhadap Jokowi tidak pernah di bawah 75%. Paling rendah terjadi di bulan Juni 2023 sebesar 76.2%. Paling tinggi terjadi pada bulan Juli 2023 sebesar 80%. Saat ini di bulan November 2023, kepuasan Jokowi berada di angka 78.6%.
Dari temuan diatas memunculkan minimal empat pertanyaan penting.
Pertama, mengapa Prabowo – Gibran justru meroket padahal banyak diserang karena putusan MK?
Kedua, mengapa Ganjar – Mahfud menurun drastis? Padahal justru kubu ini dan simpatisannya yang banyak menyuarakan isu demokrasi mendung, nepotisme, dan lain sebagainya.
Ketiga, mengapa Anies – Muhaimin menaik? Apa yang terjadi dengan pasangan ini? Seolah mesinnya baru panas menjelang 90 hari menuju Pilpres 2024?
Keempat, mengapa pula kepuasan publik atas Jokowi tetap tinggi walau banyak kritik, diserang, dihujat dan diolok-olok?
-𝟎𝟎𝟎-
𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟏 : 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐏𝐫𝐚𝐛𝐨𝐰𝐨 – 𝐆𝐢𝐛𝐫𝐚𝐧 𝐣𝐮𝐬𝐭𝐫𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐨𝐤𝐞𝐭 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐡𝐚𝐥 𝐛𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐮𝐭𝐮𝐬𝐚𝐧 𝐌𝐊?
Setidaknya terdapat enam hal yang bisa menjelaskan hal tersebut.
Pertama: elektabilitas Prabowo secara individu memang juga menaik. Pada bulan Januari 2023, elektabilitas Individu Prabowo sebesar 25.4%. Bulan Mei 2023 menjadi 33.9%.
Pada Juni 2023, elektabilitas Prabowo sebesar 34.3%. Juli 2023 sebesar 38.2%. Agustus 2023 sebesar 36.2%. September 2023 sebesar 39.8%. Oktober 2023 sebesar 36.5%. Saat ini di bulan November elektabilitas Individu Prabowo berada di angka 41.1%. Terjadi kenaikan sebesar 4.6% dari bulan Oktober ke November 2023.
Kedua: jika dibedah, elektabilitas Prabowo menaik terbanyak di pemilih milenial. Pada bulan Oktober 2023, pemilih Prabowo dari kalangan milenial sebesar 36.9%. Saat ini di bulan November 2023, pemilih milenial yang memilih Prabowo sebesar 41.6%. Mengapa?
Hal ini bisa terjadi karena Prabowo mengambil Cawapres dari kalangan milenial (Gibran Rakabuming Raka). Total pemilih milenial saat ini sebanyak 48,5 persen. Di bulan Februari 2024 nanti, jumlah generasi milenial melampaui 50 persen.
Generasi milenial segera menjadi mayoritas pemilih Indonesia. Gibran Rakabuming Raka, Cawapres Prabowo adalah satu-satunya wakil generasi milenial dalam jajaran pasangan Capres-Cawapres 2024.
Hal yang tak kalah pentingnya, julukan gemoy untuk Prabowo itu menjadi viral disukai kalangan pemilih milenial (muda). Sikap Prabowo yang rileks saja ketika diserang, dihujat, bahkan kadang berjoget dengan gayanya yang jenaka, itu sesuai dengan selera generasi milenial.
Prabowo tumbuh menjadi capres yang paling banyak dipilih generasi milenial.
Ketiga: Prabowo pun semakin populer di kalangan wong cilik. Ini juga kantong suara yang sangat besar.
Data menunjukan terjadi peningkatan signifikan pemilih Prabowo di segmen pendidikan tamat SD kebawah dan segmen pendapatan di bawah dua juta perbulan ke bawah.
Segmen pendidikan tamat SD ke bawah yang memilih Prabowo pada bulan Oktober 2023 sebesar 38.0%. Pada bulan November 2023 menaik menjadi 45.9%.
Segmen pendapatan di bawah Rp 2 juta perbulan yang memilih Prabowo pada bulan Oktober 2023 sebesar 36.2%. Saat ini bulan November 2023 naik menjadi 40.8%.
Seruan Prabowo melanjutkan program populis Jokowi (Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan lain sebagainya) semakin diketahui dan disukai publik.
Keempat: bekerjanya efek Gibran (Gibran’s effect). Semakin di serang justru semakin populer. Karena diserang masif, Gibran dibicarakan mulai dari warung kopi hingga kampus, mulai dari Talk Show TV hingga Arisan Ibu-Ibu.
Serangan dan hujatan itu justru membantu Gibran semakin dikenal. Ia hanya dikenal 69.4% di bulan Oktober 2023. Tapi di bulan November 2023, ia menjadi 87.1%. Naik sekitar 18 persen hanya dalam waktu sebulan!
Serangan itu menjadi semacam marketing gratis yang dikerjakan oleh pihak lain, bahkan oleh kubu yang berseberangan dengannya.
Dari sisi angka kesukaan, tidak banyak berubah angka kesukaan terhadap Gibran. Ada penurunan sebesar 0.8%, dari Oktober sebesar 77.8%, menjadi 77.0% di bulan November 2023.
Tingkat kesukaan pada Gibran memang menurun di segmen pemilih terpelajar. Tapi di segmen pemilih kaum muda, dan pemilih yang puas dengan Jokowi – tingkat kesukaan pada Gibran justru menaik. Secara total, menurun di sini dan menaik di sana, membuat tingkat kesukaannya secara agregat relatif stabil.
Kelima: Gibran’s effect mulai mekar di berbagai segmen. Perlahan Gibran semakin mengambil suara di Jawa Tengah, generasi milenial dan publik yang puas terhadap Jokowi.
Di Jawa Tengah terdapat kenaikan dukungan signifikan terhadap Prabowo – Gibran. Pada bulan Oktober 2023 pemilih Prabowo – Gibran sebesar 10.7%. Saat ini di bulan November 2023, menjadi 24.6%. Terjadi kenaikan dukungan sebesar 13.9%.
Di generasi milenial ada kenaikan 1.6%. Pada bulan Oktober 2023 pemilih di kalangan ini sebesar 36.9%. Di bulan November 2023 menjadi 38.5%.
Di pemilih yang puas terhadap Jokowi terjadi kenaikan sebesar 4.5%. Pada bulan Oktober 2023 di kalangan pemilih ini sebesar 37.9%. Saat ini di bulan November 2023, naik menjadi 42.4%.
Keenam: kritik dengan alasan dinasti, KKN, tidak kompeten untuk Gibran – ternyata tak punya efek elektoral yang signifikan secara total.
Isu itu hanya populer di kalangan segelintir pemilih terpelajar, yang memang menjauh dari Prabowo - Gibran. Tapi sisi positif Prabowo – Gibran mendatangkan pemilih tambahan dari segmen lain: anak muda, pemilih yang puas Jokowi, pemilih di Jawa Tengah, dan sebagainya.
Tracking survei dari bulan Mei 2023 hingga November 2023 memperlihatkan Prabowo unggul atas Ganjar baik secara individu (Mei – Agustus) maupun simulasi pasangan (September – November).
November 2023, secara berpasangan Prabowo – Gibran unggul 11.7% atas Ganjar – Mahfud. Selisih ini bahkan adalah selisih yang tertinggi selama setahun ini.
-𝟎𝟎𝟎-
𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟐 : 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐆𝐚𝐧𝐣𝐚𝐫 – 𝐌𝐚𝐡𝐟𝐮𝐝 𝐣𝐮𝐬𝐭𝐫𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐨𝐬𝐨𝐭 𝐭𝐚𝐣𝐚𝐦?
Minimal terdapat empat hal yang bisa menjelaskan hal ini.
Pertama: blunder kubu Ganjar (PDIP). Semakin menyerang Jokowi, semakin pendukung Jokowi pergi dari Ganjar.
Kubu Ganjar agaknya tak menyadari. Mayoritas pemilih Ganjar itu adalah mereka yang menyukai dan mengidolakan Jokowi. Dengan kubu Ganjar dan PDIP, juga simpatisannya menyerang Jokowi, justru membuat pendukung Jokowi di Ganjar - Mahfud pergi dan pindah mendukung pasangan Capres-Cawapres lain.
Itu blunder terbesar kubu Ganjar yang tak menyadari efek Jokowi bagi elektabilitas Ganjar- Mahfud.
Pada bulan Oktober 2023, pemilih yang puas terhadap Jokowi yang memilih Ganjar – Mahfud sebesar 39.4%. Saat ini bulan November 2023, pemilih yang puas terhadap Jokowi yang memilih Ganjar – Mahfud sebesar 31.9%. Terdapat penurunan sebesar 7.5%.
Kedua: basis Ganjar di Jawa Tengah semakin direbut Gibran. Pada bulan Oktober 2023, pemilih Ganjar – Mahfud di Jawa Tengah sebesar 70.1%. Saat ini, November 2023, pemilih Ganjar – Mahfud sebesar 61.8%. Di sisi sebaliknya, terdapat kenaikan dukungan untuk Prabowo – Gibran di Jawa Tengah.
Pada Oktober 2023, elektabilitas Prabowo – Gibran di Jawa Tengah sebesar 10.7%. Saat ini di bulan November 2023, elektabilitas Prabowo - Gibran mengalami kenaikan signifikan menjadi 24.6%.
Jawa Tengah adalah basis terbesar suara Ganjar. Tapi ketika menang Pilkada di Jateng tahun 2018, dukungan pada Ganjar hanya 58,78 persen. Sementara Jokowi menang di Jawa Tengah pada Pilpres 2019 sebesar 77,29 persen.
Jokowi lebih populer dan mengakar di Jawa Tengah dibandingkan Ganjar. Gibran dapat merepresentasikan Jokowi lebih kuat dibandingkan Ganjar di Jawa Tengah. Kini secara perlahan, Gibran sudah mulai mengikis suara Ganjar di Jawa Tengah.
Ketiga: 10 tahun di bawah kepemimpinan Ganjar, Jawa Tengah masih menjadi provinsi termiskin kedua di pulau Jawa.
Jejak Ganjar soal kemiskinan di Jawa tengah di bawah kepemimpinannya menjadi percakapan publik. Di saat yang bersamaan, lebih dari 60 persen publik menyatakan bahwa isu ekonomi merupakan isu yang paling penting.
Keempat: Isu Ganjar sebagai petugas partai tetap mengganggu citra seberapa kokoh ia menjadi presiden, yang mandiri. Jika presiden menjadi petugas partai, dikhawatirkan Ganjar hanya menjadi boneka Megawati, dan kebijakan negara hanya menjalankan kepentingan partai yang menugaskannya.
Data menunjukkan semakin banyak publik yang mengetahui Ganjar hanyalah petugas partai. Di bulan Agustus 2023, yang tahu Ganjar petugas partai sebanyak 28,9%. Kini di bulan Nov 2023, yang tahu menaik hingga 40,6%.
-𝟎𝟎𝟎-
𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟑 : 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐀𝐧𝐢𝐞𝐬 – 𝐌𝐮𝐡𝐚𝐢𝐦𝐢𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐚𝐢𝐤?
Pertama: Anies mendapatkan limpahan suara yang pergi dari Ganjar. Pemilih yang pergi dari Ganjar, 40.2% datang ke Anies.
Dalam simulasi, pemilih Ganjar – Mahfud kita 𝘤𝘳𝘰𝘴𝘴𝘵𝘢𝘣 kepada Prabowo – Gibran dan Anies – Muhaimin. Hasilnya adalah, terdapat 40.2% pemilih Ganjar yang memilih Anies – Muhaimin.
Untuk mendapatkan tiket ke putaran kedua, Anies harus menyingkirkan dan mengalahkan Ganjar atau Prabowo. Jauh lebih mudah bagi Anies melampaui Ganjar ketimbang melampaui Prabowo.
Jarak elektabilitas Anies ke Ganjar kini hanya tersisa 8.5% saja (20.3% 𝘷𝘴 28.6%). Sementara jarak Anies ke Prabowo terpaut jauh 20% (20.3% 𝘷𝘴 40.3%).
Para ahli strategi di kubu Anies dengan sendirinya berkepentingan dengan dukungan Ganjar-Mahfud untuk menurun, agar bisa dilampaui Anies - Muhaimin untuk mendapatkan tiket ke putaran kedua.
Kedua: pendukung Anies – Muhaimin bertambah di segmen pemilih terpelajar (pendidikan D3 ke atas, termasuk mahasiswa, Sarjana, Magister, Doktoral). Pada bulan September 2023, dukungan dari segmen ini terhadap Anies – Muhaimin sebesar 27.8%. Bulan Oktober 2023 naik menjadi 31.9%, dan November 2023 saat ini terjadi kenaikan kembali di angka 45.5%.
Di kalangan pemilih terpelajar, sosok Anies sangat kuat. Dari 100 orang kaum terpelajar, 45 orang memilih Anies - Muhaimin.
-𝟎𝟎𝟎-
𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝟒 : 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐤𝐞𝐩𝐮𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐩𝐮𝐛𝐥𝐢𝐤 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐉𝐨𝐤𝐨𝐰𝐢 𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩 𝐭𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢 𝐰𝐚𝐥𝐚𝐮 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐢𝐬𝐮 𝐝𝐢𝐧𝐚𝐬𝐭𝐢, 𝐧𝐞𝐩𝐨𝐭𝐢𝐬𝐦𝐞, 𝐜𝐚𝐰𝐞-𝐜𝐚𝐰𝐞 𝐝𝐞𝐦𝐨𝐤𝐫𝐚𝐬𝐢?
Memang akibat serangan itu, kepuasaan atas Jokowi sedikit menurun di kalangan terpelajar. Pada bulan Oktober kepuasan terhadap Jokowi di kalangan terpelajar sebesar 70.5%. Pada bulan November terjadi penurunan menjadi 68.7%. Kepuasan Jokowi di segmen terpelajar di bawah 70%.
Tapi pada saat yang sama, terjadi kenaikan kepuasan atas Jokowi di kalangan wong cilik (pendapatan di bawah Rp 2 juta/bulan). Pada Oktober 2023, kepuasan terhadap Jokowi di segmen ini sebesar 75.1%. Sekarang di bulan November 2023, kepuasan terhadap Jokowi naik menjadi 82.9%. Ada kenaikan sebesar 7.8%.
Itu terjadi karena aneka bantuan sosial Jokowi terus gencar dilakukan. Berdasarkan Buku Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) Tahun Anggaran 2024, anggaran Kemensos direncanakan sebesar Rp 79,19 triliun.
Mulai dari program Program Keluarga Harapan, Bantuan Langsung Tunai hingga Bantuan Beras.
Akibatnya, kepuasan atas Jokowi secara agregat justru menaik. Memang, kepuasan terhadap Jokowi itu (𝘢𝘱𝘱𝘳𝘰𝘷𝘢𝘭 𝘳𝘢𝘵𝘪𝘯𝘨) menurun di kalangan terpelajar tapi menaik di pemilih mayoritas wong cilik.
Jika kepuasan atas Jokowi bertambah, maka adalah pasangan Prabowo - Gibran yang mendapatkan efek positifnya. Branding Jokowi kini jauh lebih banyak identik dengan Prabowo - Gibran.
-𝟎𝟎𝟎-
𝐈𝐧𝐢 𝐢𝐧𝐭𝐢𝐬𝐚𝐫𝐢 𝐄𝐍𝐀𝐌 𝐭𝐞𝐦𝐮𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐫𝐯𝐞𝐢 𝐧𝐚𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐃𝐞𝐧𝐧𝐲 𝐉𝐀, 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐞𝐥𝐚𝐧𝐠 𝟗𝟎 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐣𝐮 𝐏𝐢𝐥𝐩𝐫𝐞𝐬 𝟐𝟎𝟐𝟒.
Pertama: kontroversi putusan MK, isu dinasti, isu demokrasi yang mendung tidak memiliki efek elektoral yang negatif kepada pasangan Prabowo - Gibran, ataupun kepada tingkat kepuasan atas Jokowi.
Kedua: isu putusan MK, dinasti, demokrasi mendung itu berdampak negatif di sebagian kecil kalangan pemilih terpelajar saja. Sementara di kalangan pemilih muda dan wong cilik, elektabilitas Prabowo - Gibran justru bertambah.
Ketiga: secara menyeluruh totalitas pemilih, pasangan Prabowo - Gibran justru menaik. Serangan kubu Ganjar terhadap Jokowi justru menjadi blunder, karena membuat migrasi pendukung Jokowi meninggalkan Ganjar, sehingga elektabilitas Ganjar - Mahfud justru merosot.
Keempat: pertama kali, pasangan Anies - Muhaimin konsisten menaik. Di samping mendapatkan limpahan suara dari pemilih yang pergi dari Ganjar, Anies - Muhaimin juga semakin menarik pemilih kalangan terpelajar.
Kelima: Jika pilpres dilakukan hari ini, Prabowo - Gibran masuk putaran kedua, sementara tiket satu lagi diperebutkan antara Anies - muhaimin dan Ganjar - Mahfud.
Keenam: Tren Ganjar - Mahfud menurun, sementara trend Anies - Muhaimin menaik. Lebih mudah bagi Anies melampaui Ganjar (selisih tinggal 8.5 persen) ketimbang melampaui Prabowo (selisih 20 persen) untuk mendapatkan tiket masuk ke putaran kedua.***
Oleh: LSI Denny JA