Bernasindonesia.com - Saudaraku, alkisah, sepasang merpati yg sedang bertengger di cabang pohon melihat seorang berpenampilan alim datang dgn sebuah buku yg dikepit di satu tangan dan tongkat di tangan yg lain. Seekor merpati berkata pada yg lain, "Mari terbang, orang itu bisa membunuh kita." Pasangannya menyahut, "Dia bukan pemburu. Dia seorang ulama, tidak akan membahayakan kita." Sang ulama melihat keberadaannya dan seketika memukulkan tongkatnya ke merpati betina, lantas ia sembelih utk dimakan. Merasa dizalimi, pasangannya mengadu kepada Nabi Sulaiman.
Ulama itu pun dipanggil ke istana. "Kejahatan mana yg saya lakukan?" sanggahnya. "Bukannya daging merpati itu halal," lanjutnya. Merpati jantan menimpal, "Saya tahu bahwa hal itu halal bagimu. Tetapi, jika datang utk berburu, engkau semestinya mengenakan pakaian seorang pemburu. Engkau curang, datang berlaga sebagai ulama."
Ulama atau ilmuwan itu memang telanjur dinisbatkan sbg sosok pelindung kemaslahatan umum. Nalarnya memberi lentera di kegelapan; nuraninya memberi oasis di tengah krisis keyakinan. Namun, dalam realitas kekinian, banyak org berpredikat ulama/ilmuwan dgn kapasitas dan integritas yg telah ditanggalkan.
Banyak orang berpenampilan/berpredikat pandita-cendekia utk "menjual" ayat dan justifikasi ilmiah dgn harga murah; membenarkan manipulasi politik dgn rekayasa statistika; bertablig dgn disinformasi dan caci-maki. Merajalelanya pandita-cendekia palsu membawa bencana dan kemarau keteladanan.
Situasi demikian seakan menggemakan kembali ratapan pujangga agung Keraton Surakarta R. Ng. Ranggawarsita. Menjelang kematiannya pada 1873, ia menulis Serat Kalatidha (Puisi Jaman Keraguan). Bait pertama puisi tersebut bersaksi, “Kilau derajat neraga lenyap dari pandangan. Dalam puing-puing ajaran kebajikan dan ketidaan teladan. Para cerdik pandai terbawa arus jaman keraguan. Segala hal makin gelap. Dunia tenggelam dalam kesuraman.”
Pantaslah bila Imam al-Ghazali mengingatkan, “Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan penguasa, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, sedangkan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan."
Oleh: Yudi Latif