Bernasindonesia.com - Pemerintah berencana melarang penjualan rokok per batang alias ketengan mulai tahun depan. Selain itu juga akan diatur soal ketentuan rokok elektrik dan penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.
Tujuan pengaturan ini salah satunya menekan tingkat konsumsi konsumsi rokok di Indonesia. Namun, sebenarnya yang saat ini yang sangat juga dibutuhkan Indonesia adalah aturan untuk mencegah anak dan remaja membeli dan mengonsumsi rokok yaitu salah satunya aturan yang mengharuskan membeli rokok dengan menunjukan E-KTP.
Anggota DPD RI Fahira Idris menyatakan mendukung berbagai aturan yang menutup celah atau mencegah anak dan remaja membeli atau mengonsumsi rokok. Namun, keputusan tersebut harus benar-benar dipastikan efektif terutama pengawasannya di lapangan. Rencana melarang penjualan rokok per batang alias ketengan cukup baik, tetapi dikhawatirkan tidak efektif.
“Menurut saya, larangan penjualan rokok per batang harus diperkuat dengan aturan menunjukan E-KTP bagi siapa saja yang ingin membeli rokok. Persyaratan ini cukup efektif untuk mencegah terus meningkatnya prevalensi perokok anak di Indonesia. Jika hanya melarang penjualan rokok per batang, anak-anak bisa patungan untuk membeli sebungkus rokok. Di banyak negara aturan ini sudah lama diterapkan dan teruji efektif menekan jumlah perokok anak karena hanya mereka yang sudah punya KTP saja yang bisa membeli rokok,” ujar Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya (27/12).
Memang, jika merujuk beberapa data angka pertumbuhan perokok sangat mengkhawatirkan. Seperti data dari Global Youth Tobacco Survey, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Sentra Informasi Keracunan Nasional (Sikernas) dari BPOM menyebutkan ada 3 dari 4 orang mulai merokok di usia kurang dari 20 tahun. Jika pada 2013 prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen, pada 2016 naik menjadi 8,80 persen.
Kemudian naik lagi 9,10 persen tahun 2018 dan menjadi 10,70 persen tahun 2019.Bahkan diprediksi, jika tidak dikendalikan, prevalensi perokok anak akan meningkat hingga 16 persen di tahun 2030. Sementara itu, penjualan rokok pada tahun 2021 meningkat 7,2 persen dari tahun 2020, yakni dari 276,2 miliar batang menjadi 296,2 miliar batang. Bukan hanya itu, penggunaan rokok elektrik juga meningkat 10 kali lipat dari 0,3 persen di tahun 2011 menjadi 3 persen di tahun 2021.
“Jika nanti aturan membeli rokok harus tunjukkan E-KTP ini bisa terealisasi, maka semua toko baik supermarket, swalayan, minimarket, kelontong sampai kaki lima harus menaati dan jika melanggar diberi sanksi tegas berupa penutupan atau denda. Aturan menunjukan KTP saat membeli rokok jamak dilakukan di luar negeri dan teruji efektif. Saya minta pemerintah merespons cepat persoalan ini, karena sudah berpuluh-puluh tahun, aturan kita terkait rokok begitu kendor sehingga mudah diakses anak-anak,” pungkasnya.
Sebagai informasi, rencana melarang penjualan rokok per batang alias ketengan mulai tahun depan, diketahui dari salinan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Jokowi pada 23 Desember 2022.
Dalam beleid itu, pemerintah berencana menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.