Bernasindonesia.com - Duka kembali menyelimuti sepak bola Indonesia. Sebuah kerusuhan terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang, sebanyak 130 orang tewas dalam kerusuhan usai laga Arema FC vs Persebaya yang digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Direktur Indonesian Sport Curuption Wath (ISCW), Rudy Darmawanto mengatakan tragedi tersebut bukan hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban baik yang meninggal dunia maupun yang mengalami luka-luka berat, melainkan juga mencengangkan masyarakat Indonesia, dan bahkan dunia International.
“Pasalnya insiden tersebut, telah mencatatkan diri sebagai peristiwa yang sangat tragis dengan jumlah korban terbanyak,” ujar Rudy dalam keterangannya, Minggu (2/10/2022).
Penyebab kericuhan dikabarkan, karena suporter Arema tidak terima tim kesayangannya kalah atas Persebaya. Alhasil, kericuhan dan kepanikan terjadi, terutama di area tribune Stadion Kanjuruhan, banyak korban yang berjatuhan, baik karena sesak napas karena menghirup gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian untuk menghalau massa maupun karena terinjak-injak oleh munculnya kepanikan dari mereka yang terkena gas air mata.
“Sedangkan setiap ruang hingga pintu keluar stadion, banyak korban yang tergeletak, dan beberapa di antaranya tidak lagi bernapas. Minimnya ketersediaan air buat membasuh muka memperparah keadaan,” katanya.
Rudymenyesalkan atas terjadinya insiden kerusuhan tersebut, yang mestinya tidak perlu terjadi jika semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pertandingan Arema FC-Persebaya, dapat melakukan antisipasi terhadap kemungkinan apa saja yang bakal terjadi pada setiap penyelenggaraan pertandingan sepak bola yang dihadiri ribuan supporter yang tentunya memiliki fanatisme dukungan terhadap team kesayangannya sehingga hal ini rawan tersulutnya emosi yang tak terkendali dan bisa memicu kerusuhan, akan tetapi kerusuhan inipun dapat dicegah oleh aparat keamanan.
“Namun sayangnya, seringkali petugas kepolisian, TNI, dan steward yang ada kalah jumlah dari para supporter, sehingga tak sanggup mengendalikan keadaan, dan tembakan gas air mata pun jadi opsi yang diambil, inilah yang terjadi dalam setiap kali pertandingan sepak bola, dan dari informasi yang didapatnya, kondisi tersebut terjadi pada timbulnya kerusuhan di stadion Kanjuruhan, Malang,” tukas Rudy.
Disampikan Rudy, hal itu realitas kelam management penyelenggaraan pertandingan sepak bola di negeri ini, yang seharusnya ada perbaikan dari waktu ke waktu, namun nyatanya terjadi pembiaran tanpa perubahan dan perbaikan, sehingga semakin menambah terjadinya tragedy yang mengorbankan rakyat.
Menurut Rudy, mestinya pertandingan sepak bola itu menjadi pertandingan olah raga mengembirakan sebagai olahraga rakyat, dan juga menghibur semua pihak, karena itu penyelenggaraan pertandingan sepakbola harus mematuhi statuta FIFA, terutama dalam hal pengamanan jalannya pertandingan, baik terhadap pemain maupun penonton, Dalam aturan FIFA terkait pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Saferty dan Security Regulations), penggunaan gas air mata nyatanya tidak diperbolehkan, Lebih tepatnya tertulis di pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan.
"No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," tulis aturan FIFA dikutip Rudy.
Jika mengacu pasal 19 b tersebut, Rudy mengatakan, pihak keamanan laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan melanggar aturan FIFA, dan ini artinya Tragedi malang harus diusut tuntas PSSI harus bertanggung jawab, Menpora harus bertanggung jawab dan terpenting pihak keamanan yang menyediakan maupun memerintahkan penembakan gas air mata ke arah supporter, juga harus diusut serta bertanggungjawab.
Setelah itu, menurut Rudy, harus ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi pidana bagi penyelenggara pertandingan olahraga apapun termasuk sepakbola, yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
“Sekali lagi saya sampaikan turut berdukacita sedalam-dalamnya kepada korban meninggal dunia, semoga arwahnya di terima Allah SWT dan juga turut prihatin atas korban luka-luka dalam tragedy berdarah di stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang,” paparnya.
“Saya menduga adanya pelanggaran Statuta FIFA dalam penanganan kekisruhan tersebut, karena itu harus diusut dan Menpora dan PSSI harus bertanggungjawab,” pungkas Rudy