Bernasindonesia.com - Legislator PKS, Mulyanto, meminta pemerintah berhati-hati terhadap rencana mencabut kebijakan DMO (domestic market obligation)-DPO (domestic price obligation) untuk CPO (crude palm oil) sebagai bahan baku minyak goreng.
Menurut Mulyanto, jangan sampai pencabutan DMO dan DPO CPO itu membuat harga minyak goreng ini kembali meroket dan mendongkrak inflasi.
"Pemerintah harus mengambil kebijakan secara prudent, jangan gegabah, apalagi condong pada pengusaha minyak goreng, ketimbang masyarakat umum," kata Mulyanto kepada wartawan, Senin (25/7/2022).
Anggota Komisi VII DPR RI itu mengatakan pemerintah harus adil dengan membiarkan harga minyak goreng baik curah maupun kemasan turun sebanding dengan penurunan harga CPO dunia.
"Jangan belum apa-apa sudah didongkrak lagi dengan rencana penghapusan kebijakan DMO-DPO, setelah sebelumya dilakukan pencabutan pungutan ekspor CPO," ujar dia.
Padahal, menurut Mulyanto, penurunan harga minyak goreng sekarang ini masih belum signifikan dan proporsional dibandingkan dengan penurunan harga CPO dunia.
"Kalau mengikuti besaran penurunan harga CPO dunia, mestinya harga migor curah dan migor kemasan hari ini adalah masing-masing sebesar Rp 12.000 per kg dan Rp 15.000 per kilogram.
Namun, lanjut Mulyanto, kenyataannya harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan masih tinggi, yakni masing-masing sebesar Rp 15.800 per kg dan Rp 24.650 per kg.
Mulyanto menilai kondisi pasar minyam goreng saat ini tidak simetris dan tidak adik.
"Ketika harga CPO dunia naik, harga migor domestik langsung meroket. Namun ketika harga CPO dunia turun, harga migor domestik enggan turun," tandasnya.
Untuk diketahui, sejak Maret 2022, harga CPO dunia terus merosot. Di bursa Malaysia harga CPO menjadi sebesar RM 4.000 per kg (data 20/7).
Sedangkan di bursa KPBN, Jakarta harga CPO adalah sebesar Rp 8.000 per kg (data 20/7/2022), meski sempat menyentuh angka Rp 17.000 per kg.