Bernasindonesia.com - Ormas Islam Muhammadiyah didorong menjadi lokomotif perbaikan kehidupan Bangsa. Hal ini disampaikan mantan Ketua Umum PP M. Din Syamsuddin.
“Kehidupan bangsa yang ditandai aneka masalah dewasa ini memerlukan penanganan serius, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat. Kerusakan itu ada yg bersifat kultural dan ada yang bersifat struktural,” ujar Din dalam keterangannya yang diterima Senin (22/8/2022).
Menurut Din, kerusakan kultural ditandai melemah bahkan memudarnya nilai etika dan moral di kalangan sebagian warga bangsa, yakni merebaknya buta aksara moral “moral illiteracy” yang menjangkiti kaum terpelajar. Mereka berpendidikan dan berpangkat tinggi tapi mereka gagal membaca nilai-nilai moral.
“Buta aksara moral ini sangat berbahaya jika menjangkiti para pemangku amanat, mereka akan melanggar sumpah jabatan, mengabaikan amanat, bahkan berkhianat terhadap amanat rakyat. Mereka mengejar jabatan tapi kemudian memanfaatkan jabatan guna menumpuk kekayaan,” katanya.
Gejala demikian itu, Din menjelaskan, akan semakin berbahaya jika menimpa aparat penegak hukum. Mereka akan tega melanggar hukum untuk kepentingan pribadi maupun kelompok, bahkan menghilangkan nyawa seseorang atau sekelompok orang demi mengamankan diri dari pelanggaran hukum, ataupun demi kepentingan politik tertentu.
“Pada sisi lain, Indonesia juga mengalami kerusakan struktural berupa penyimpangan sistematis dari Konstitusi Negara dan Falsafah Bangsa. Penyimpangan ini terjadi dalam kehidupan ekonomi dan politik yg bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi, tapi menjadikan keduanya sebagai tameng dan alat pemukul lawan politik dengan tuduhan anti Pancasila,” jelas Din.
Disampikan Din, dua gatra kerusakan nasional tersebut, kultural dan struktural, saling berkelindan dan telah menciptakan lingkaran setan dalam kehidupan bangsa dan negara. Kerusakan ini jika dibiarkan maka tidak mustahil akan meruntuhkan sendi-sendi negara bangsa yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa.
“Maka “wis wayahe” utk dilakukan penyelamatan dan perbaikan radikal, yaitu suatu upaya utk mengembalikan kehidupan bangsa dan negara ke akar “radix” atau akarnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yg telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara pada 18 Agustus 1945,” tambahnya.
Dalam kaitan itu Muhammadiyah, menurut Din, sebagai salah satu komponen bangsa yang berjasa dan berperan besar dalam penegakan negara, harus merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kerusakan dan pengrusakan.
Gejala demikian itu, Din menjelaskan, akan semakin berbahaya jika menimpa aparat penegak hukum. Mereka akan tega melanggar hukum untuk kepentingan pribadi maupun kelompok, bahkan menghilangkan nyawa seseorang atau sekelompok orang demi mengamankan diri dari pelanggaran hukum, ataupun demi kepentingan politik tertentu.
“Pada sisi lain, Indonesia juga mengalami kerusakan struktural berupa penyimpangan sistematis dari Konstitusi Negara dan Falsafah Bangsa. Penyimpangan ini terjadi dalam kehidupan ekonomi dan politik yg bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi, tapi menjadikan keduanya sebagai tameng dan alat pemukul lawan politik dengan tuduhan anti Pancasila,” jelas Din.
Disampikan Din, dua gatra kerusakan nasional tersebut, kultural dan struktural, saling berkelindan dan telah menciptakan lingkaran setan dalam kehidupan bangsa dan negara. Kerusakan ini jika dibiarkan maka tidak mustahil akan meruntuhkan sendi-sendi negara bangsa yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa.
“Maka “wis wayahe” utk dilakukan penyelamatan dan perbaikan radikal, yaitu suatu upaya utk mengembalikan kehidupan bangsa dan negara ke akar “radix” atau akarnya, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yg telah disepakati oleh para pendiri bangsa dan negara pada 18 Agustus 1945,” tambahnya.
Dalam kaitan itu Muhammadiyah, menurut Din, sebagai salah satu komponen bangsa yang berjasa dan berperan besar dalam penegakan negara, harus merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari kerusakan dan pengrusakan.
“Muhammadiyah yang telah berjasa dan berperan besar dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dituntut untuk terus berperan mengawal bangsa dan negara dengan meningkatkan amar makruf nahyi munkar,” pungkas Din.