Bernasindonesia.com - Saudaraku, modus beragama sebatas pemujaan lahiriyah formalisme peribadatan, tanpa menggali batiniyah nilai spiritualitas dan moralitas hanyalah berselancar di permukaan gelombang bahaya. Tanpa menyelam di kedalaman pengalaman spiritual, keberagamaan jadi mandul, kering dan keras; tak memiliki sensitivitas-kontemplatif, kehangatan penghayatan, daya kuratif serta hubungan transformatif dgn yg suci dan yg profan.
Tanpa penghayatan spiritual yg dlm, org akan kehilangan apa yg disebut penyair John Keats "negative capability"; kesanggupan berdamai dgn ketakpastian, misteri dan keraguan dlm hidup. Tanpa menghikmati misteri, manusia memaksakan absolutisme sbg respons ketakutan atas kompleksitas kehidupan, yg menimbulkan penghancuran ke dlm dan ancaman keluar.
Banyak penyeru menekankan pentingnya ibadah sbg cara perangi korupsi, tanpa menyadari bahwa pengamalan keagamaan yg salah pun bisa suburkan korupsi. Bisa dikatakan, akar terdalam tindakan korupsi adlah ”dusta terhadap agama” dgn peribadatan keliru. Al-Qur’an isyaratkan hal ini sbg pangkal kecelakaan. ”Maka celakalah orang-orang yang shalat; yg lalai dlm shalatnya; yg hanya pamer saja; yg tidak memberikan pertolongan” (QS 107: 4-7).
Dlm Hikayat Florentin, Machiavelli menandai ”kota korup” dgn sejumlah ciri. Antara lain, pemahaman keagamaan penduduk ”berdasarkan kemalasan bukan kesalehan”, yg menekankan aspek ritual-formal ketimbang esensi ajaran. Memuja insan pembual drpd pekerja, memperindah tempat ibadah drpd amal shaleh, bantu yg papa.
Pemulihan krisis kehilangan basis kepercayaannya ketika agama yg mestinya membantu manusia suburkan rasa kesucian, kasih sayang dan perawatan justru memantulkan rasa keputusasaan dan kekerasan zaman dlm bentuk permusuhan dan penyingkiran.
Utk keluar dr krisis, suatu bangsa tak hanya perlu transformasi institusional, tp juga transformasi spiritual yg arahkan warga pd kehidupan etis penuh welas asih.
Beragama tak berhenti pd apa yg kita percaya, ttp lebih hiraukan apa yg kita perbuat. Agama tak perlu tinggalkan kepercayaan dan ritualnya, ttp lebih memperkuat aspek moralitas-spiritualitasnya demi suburkan kembali bumi nan tandus.
Oleh: Yudi Latif