Bernasindonesia.com - Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang saat ini sedang digodok oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk menggantikan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 yang sudah berumur 19 tahun akan menjadi perhatian publik luas dari semua kalangan.
Pasalnya pendidikan sudah menjadi bagian integral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan fondasi dasar pembentukan karakter dan masa depan sebuah bangsa. Oleh karena itu, semua tahapan penyusunan RUU ini wajib melibatkan partisipasi publik.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan, isu terkait madrasah dalam RUU Sisdiknas yang kini ramai menjadi perbincangan dan polemik di masyarakat menjadi sinyal bagi Kemendikbud Ristek agar lebih berhati-hati dan bijaksana dalam menyusun draf RUU ini.
Agar kedepan proses penyusunan RUU ini menjadi wadah yang produktif, setiap tahap pembahasan RUU Sisdiknas ini semaksimal mungkin melibatkan partisipasi publik luas.
Ini penting agar saat nanti RUU ini dibahas bersama Parlemen, sedapat mungkin pasal-pasal yang berpotensi menjadi polemik sudah tidak ada sehingga pembahasan di DPR bisa lebih memperkaya substansi RUU Sisdiknas ini.
“Sering terjadi dalam penyusunan sebuah RUU, publik terkejut dan menjadi ramai saat naskah RUU beredar ketika sedang dibahas di Parlemen. Artinya apa, saat penyusunan draf sebuah RUU, partisipasi publik minim. Saya tidak ingin hal ini terjadi dengan RUU Sisdiknas. Partisipasi publik penyusunan RUU Sisdiknas wajib dibuka selebar-lebarnya di semua tahapan penyusunan oleh Kemendikbud Ristek sebelum dibahas di Parlemen,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (29/3).
Menurut Fahira, RUU Sisdiknas menyangkut hajat hidup rakyat dan masa depan bangsa. Sistem pendidikan menjadi pondasi utama dan arah hendak dibawa kemana tujuan bangsa ini. Sehingga para pengambil kebijakan jangan berpikir RUU Sisdiknas ini hanya urusan pemangku kepentingan di bidang pendidikan saja, tetapi harus menjadi urusan semua lapisan masyarakat.
Pancasila dan konstitusi Indonesia menginginkan sistem pendidikan nasional menjunjung ilmu agama dan ilmu umum serta memberimbangkan antara ilmu budi pekerti dan akademik sebagai bekal hidup. Filosofi dasar ini jangan sampai diganggu apalagi tercerabut dalam sistem pendidikan nasional.
“Kita harus jaga betul agar sistem pendidikan nasional kita bukan sekedar melahirkan generasi yang punya keterampilan untuk diserap dunia kerja, tetapi juga menghasilkan generasi yang bisa berpikir mandiri dan progresif untuk memajukan bangsa dan negara. Generasi yang punya budi pekerti yang luhur dan pemikiran yang maju serta punya komitmen besar mengabdi kepada bangsa dan negara ini,”pungkas Fahira Idris.