Bernasindonesia.com - Ketenagakerjaan menjadi salah satu isu yang sering diadukan oleh masyarakat ke Komnas HAM RI.
Seperti isu yang dibawa oleh Pengurus Pusat Federasi Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Indonesia saat audiensi bersama Komnas HAM RI, Selasa (12/1/2022).
“Maksud kedatangan kami saat ini untuk mendapatkan arahan dari Komnas HAM RI, karena tidak adanya keadilan bagi kami petugas lapangan PKLB selama ini yang sudah bekerja membantu program,” tutur perwakilan federasi.
Status PKLB sebagai aparat pemerintah non ASN yang berfungsi merencanakan, mengorganisasikan, mengembangkan, melaporkan, dan mengevaluasi program KB Nasional dan Program pembangunan lainnya di tingkat Desa/ Kelurahan. Namun, PKLB belum memperoleh kesempatan seperti Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) maupun ASN yang menjalani tes kepegawaian dengan sistem terpusat.
Pemberlakuan perekrutan PKLB formasi ASN atau P3K berlaku untuk pusat, sementara PKLB Non ASN hampir semuanya berdomisili di daerah. Sementara, perekrutan P3K sebelumnya tidak ada untuk yang berlatar belakang pendidikan Diploma I, Diploma 2, dan SLTA (SMA). Saat ini terdapat sebanyak 2.288 PKLB non ASN berlatar belakang pendidikan SMA, dan jumlah PKLB meningkat menjadi 6.220 orang.
Federasi ini pun membuka fakta besaran gaji di bawah upah minimum regional (UMR). Kondisi ini telah dilaporkan kepada pihak Kantor Staf Presiden (KSP) sekira dua tahun lalu.
Tuntutan untuk mendapat hak yang setara status ASN atau P3K serta hak memperoleh pendapatan yang layak sesuai UMR, diyakini oleh para PLKB menjadi hal wajar. Lantaran kebutuhan PLKB sangat tinggi. Saat ini rasio cakupan wilayah kerja satu PLKB meliputi enam desa. Padahal idealnya satu PKLB menangani satu desa hingga dua desa.
“Dengan asas-asas yang kita ketahui setiap warga berhak mendapat keadilan, mohon arahan Bapak terkait dengan diskriminasi yang sering terjadi pada kami, untuk perlindungan hak-hak kami tersebut,” tutur perwakilan tersebut.
Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara menerima audiensi Federasi membuka komunikasi serta koordinasi dengan KSP dan pihak-pihak lainnya, seperti lembaga pengampu PLKB, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kemenpan RB.
“Kami akan dorong pemenuhan hak-hak pengadu, namun harus mempertimbangkan kebijakan yang ada, UU lainnya, dan teknisnya seperti apa. Kalau ada informasi terkait perkembangan kasus ini bisa diinformasikan Kembali,” ujar Beka.