Bernasindonesia.com - Indonesian Police Watch (IPW) merasa prihatin melihat situasi di Polri belakangan ini. karena posisi Kabareskrim dibiarkan kosong selama 18 hari, seakan tidak ada jenderal polisi yang pantas dan layak untuk menggantikan Idham Azis, meskipun di tubuh Polri ada belasan jenderal bintang tiga (Komjen) dan ada lebih dari seratus jenderal bintang dua (Komjen).
“Sudah 18 hari Jenderal Idham Azis dilantik menjadi Kapolri tapi mantan Kabareskrim itu belum juga berhasil memilih dan menetapkan Kabareskrim yang baru untuk menggantikan dirinya. Sepertinya Idham Azis lamban dalam menggunakan hak prerogatifnya untuk menetapkan Kabareskrim yang baru,” ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam siaran persnya, Senin (18/11/19).
Menurutnya, IPW melihat ada dua hal yang krusial dari “macetnya” proses pemilihan Kabareskrim yang baru. Pertama, gagalnya sistem kaderisasi di tubuh Polri.
“Artinya, meski pun di Polri saat ini ada sekitar 300 jenderal tapi Kapolri Idham Azis masih kesulitan untuk mencari dan mendapatkan Kabareskrim yang bisa dipercaya, punya kapabilitas, dan memiliki kualitas yang mumpuni,” ujarnya.
Kedua, lanjut Neta, kuatnya intervensi dari penguasa dalam mengatur posisi posisi strategis di internal Polri, sehingga membuat jajaran kepolisian tidak punya rasa percaya diri lagi untuk menetapkan pejabatnya di posisi posisi strategis, seperti Kabareskrim.
“Akibat elit elit Polri tidak punya rasa percaya diri, keberadaan Dewan Kebijakan Tinggi yang selama ini digunakan untuk mencari dan memproses figur figur yang akan memegang jabatan jabatan strategis di Polri, kini nasibnya seakan tidak berguna dan terabaikan,” sebutnya.
Jika kedua kondisi ini dibiarkan, ke depan Polri dikhawatirkan semakin tidak profesional dan makin tidak independen. Polri akan semakin tersandera oleh politik dan kepentingan kekuasaan. Istilah Promoter (profesional, modern dan terpercaya) yang menjadi program Polri pun akan diplesetkan publik menjadi “promosi orang orang tertentu” yang dekat dengan kekuasaan.
“Situasi ini tidak boleh dibiarkan. Polri harus dijaga agar tetap profesional dan independen dari tangan tangan politik kekuasaan. Sehingga publik akan tetap nyaman saat Polri bekerja dengan misinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,” katanya.
Untuk itu, IPW berharap, Kapolri Idham Azis jangan gamang dalam memilih Kabareskrim yang baru. Jika Kapolri gamang dalam memilih Kabareskrim, bagaimana dia bisa percaya diri dalam memimpin pengamanan terhadap masyarakat.
“Idham Azis harus mampu menggunakan hak prerogatifnya dalam memilih dan menetapkan Kabareskrim yang baru. Jangan sampai hingga Idham Azis pensiun pada Desember 2021 nanti, posisi Kabareskrim tetap dibiarkan kosong,” tandasnya. (Red).
“Sudah 18 hari Jenderal Idham Azis dilantik menjadi Kapolri tapi mantan Kabareskrim itu belum juga berhasil memilih dan menetapkan Kabareskrim yang baru untuk menggantikan dirinya. Sepertinya Idham Azis lamban dalam menggunakan hak prerogatifnya untuk menetapkan Kabareskrim yang baru,” ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane dalam siaran persnya, Senin (18/11/19).
Menurutnya, IPW melihat ada dua hal yang krusial dari “macetnya” proses pemilihan Kabareskrim yang baru. Pertama, gagalnya sistem kaderisasi di tubuh Polri.
“Artinya, meski pun di Polri saat ini ada sekitar 300 jenderal tapi Kapolri Idham Azis masih kesulitan untuk mencari dan mendapatkan Kabareskrim yang bisa dipercaya, punya kapabilitas, dan memiliki kualitas yang mumpuni,” ujarnya.
Kedua, lanjut Neta, kuatnya intervensi dari penguasa dalam mengatur posisi posisi strategis di internal Polri, sehingga membuat jajaran kepolisian tidak punya rasa percaya diri lagi untuk menetapkan pejabatnya di posisi posisi strategis, seperti Kabareskrim.
“Akibat elit elit Polri tidak punya rasa percaya diri, keberadaan Dewan Kebijakan Tinggi yang selama ini digunakan untuk mencari dan memproses figur figur yang akan memegang jabatan jabatan strategis di Polri, kini nasibnya seakan tidak berguna dan terabaikan,” sebutnya.
Jika kedua kondisi ini dibiarkan, ke depan Polri dikhawatirkan semakin tidak profesional dan makin tidak independen. Polri akan semakin tersandera oleh politik dan kepentingan kekuasaan. Istilah Promoter (profesional, modern dan terpercaya) yang menjadi program Polri pun akan diplesetkan publik menjadi “promosi orang orang tertentu” yang dekat dengan kekuasaan.
“Situasi ini tidak boleh dibiarkan. Polri harus dijaga agar tetap profesional dan independen dari tangan tangan politik kekuasaan. Sehingga publik akan tetap nyaman saat Polri bekerja dengan misinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,” katanya.
Untuk itu, IPW berharap, Kapolri Idham Azis jangan gamang dalam memilih Kabareskrim yang baru. Jika Kapolri gamang dalam memilih Kabareskrim, bagaimana dia bisa percaya diri dalam memimpin pengamanan terhadap masyarakat.
“Idham Azis harus mampu menggunakan hak prerogatifnya dalam memilih dan menetapkan Kabareskrim yang baru. Jangan sampai hingga Idham Azis pensiun pada Desember 2021 nanti, posisi Kabareskrim tetap dibiarkan kosong,” tandasnya. (Red).